PEKANBARU - Harga minyak terpantau stabil di perdagangan Jumat pagi ini (10/2), setelah dikabarkan bahwa OPEC sudah melaksanakan sekitar 80-90 persen dari komitmen pemangkasan produksi yang dijanjikannya. Sementara itu, Wall Street kembali mengalirkan dana investasi ke perusahaan-perusahaan migas, meskipun persediaan minyak AS terus membubung hingga menumbuhkan kekhawatiran kalau surplus pasokan lagi-lagi bakal melanda pasar global.
Belum Mampu Tinggalkan Kisaran $50an Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan pada harga $53.10 per barel, naik 10 sen dari harga penutupan Kamis. Sementara harga minyak berjangka Brent yang dijadikan acuan internasional menanjak 7 sen ke $55.70 per barel. Keduanya sudah berada pada posisi lebih tinggi ketimbang harga di perdagangan awal pekan, tetapi masih belum mampu meninggalkan kisaran $50 yang dihuni sejak awal tahun. Menurut analis yang diwawancarai oleh Reuters, hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor penggerak harga yang saling bersaing. Di satu sisi, ada pelaksanaan kesepakatan pemangkasan produksi OPEC dan beberapa produsen minyak lain. Sedangkan di sisi lain, terdapat kerisauan berkelanjutan mengenai kebangkitan produksi minyak di Amerika Serikat. Wall Street Cenderung Optimis Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan produsen minyak lainnya, termasuk Rusia, telah setuju untuk memangkas sekitar 1.8 juta barel per hari (bph) dari level outputnya tahun lalu, mulai bulan Januari lalu hingga pertengahan 2017, dalam upaya untuk mengendalikan limpahan surplus pasokan global. Awalnya, kesepakatan itu dipandang skeptis, tetapi ternyata pihak-pihak yang terlibat sungguh-sungguh melaksanakan komitmen mereka. Hingga saat ini, ditengarai pengurangan produksi sudah mencapai 80-90 persen dari 1.8 juta bph yang dijanjikan. Namun, dalam kurun waktu yang sama, aktivitas perminyakan AS terus meningkat hingga inventori dilaporkan naik 13.8 juta barel untuk periode penghitungan pekan lalu. Peningkatan abnormal yang terjadi setiap nyaris setiap pekan sejak awal tahun ini membawa total persediaan inventori AS mendekati rekor tinggi 80 tahun pada jumlah 508 juta barel. Hal inilah yang membuat harga minyak sulit keluar dari kisaran $50an. Sementara itu, optimisme di Wall Street malah melonjak. Bloomberg melaporkan bahwa investasi ke perusahaan-perusahaan di sektor migas AS di bulan Januari mencapai $6.64 milyar, atau tertinggi sejak tahun 2000. Aliran dana ke ekuitas sektor energi tersebut meliputi lebih dari dua pertiga total aliran dana ke ekuitas global pada sektor serupa yang terbit di bulan Januari senilai $9.41 milyar. Jelas bahwa para investor kawakan kini mulai kembali ke sektor ini, khususnya di AS, dengan ekspektasi harga minyak akan benar-benar rebound di tahun 2017.(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex
0 Comments
PEKANBARU - Dolar New Zealand tumbang setelah Bank Sentral New Zealand (RBNZ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga hingga tahun 2019. RBNZ juga mengungkapkan keinginannya akan nilai tukar mata uang yang lebih lemah.
Dolar New Zealand merespon pernyataan tersebut dengan kemerosotan yang tajam. NZD/USD menunjukkan penurunan yang curam, lebih dari satu persen sejak sesi perdagangan kemarin, dengan diperdagangkan pada posisi 0.7201 dari posisi 0.7317. Sedangkan, AUD/NZD melompat lagi ke level tinggi tiga minggu, di angka 1.0576 saat berita ini ditulis, mematahkan harapan para trader yang mengharap Kiwi akan menyentuh paritas dengan Aussie. RBNZ Ingin Dolar NZ Yang LemahRBNZ mempertahankan suku bunganya, sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, bank sentral tersebut jelas menunjukkan kekhawatirannya tentang penguatan Kiwi. Dalam pernyataan kebijakannya, RBNZ menuliskan: "Kondisi finansial New Zealand telah menguat, dengan kenaikan suku bunga jangka panjang dan berlanjutnya dorongan naik pada nilai tukar New Zealand. Namun, kenaikan nilai tukar tersebut masih lebih tinggi daripada level yang sesuai untuk keseimbangan pertumbuhan, bersamaan dengan rendahnya inflasi global, yang terus mendorong inflasi ke level negatif di sektor-sektor perdagangan. Oleh karena itu, penurunan nilai tukar memang dibutuhkan." Dalam waktu yang sama, RBNZ juga memperkirakan suku bunga OCR akan dipertahankan pada angka 1.8 persen (di kisaran 1.75 persen) hingga bulan Juni 2019, lalu dinaikkan sedikit hingga 1.9 persen pada bulan September 2019, dan menjadi 2 persen pada bulan Maret 2020. Menurut Direktur NAB, Davide de Garis, outlook RBNZ tentang OCR saat ini jaiuh lebih dovish daripada perkiraan. Pasar terlanjur mengira adanya kenaikan suku bunga di tahun ini.(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex. Dolar Australia sideways di sesi perdagangan hari Jumat (10/Feb) siang ini setelah Bank Sentral Australia (RBA) merilis Pernyataan Kebijakan Moneter (Statement of Monetary Policy/SoMP) kuartal keempat 2017 pagi tadi.
Bank Sentral Australia (RBA) menyoroti peningkatan outlook ekonomi global meskipun proyeksi pertumbuhan jangka pendek Australia dipangkas. SoMP dirilis empat kali setiap tahun (kuartalan) dan memuat penilaian terhadap kondisi ekonomi saat ini, bersama dengan outlook inflasi dan pertumbuhan. Untuk estimasi inflasi, RBA tidak mengadakan perubahan apapun, sedangkan untuk proyeksi pertumbuhan hingga bulan Juni 2017, levelnya dipangkas sebanyak 1 persen poin karena "base effect" dari kontraksi yang terjadi di kuartal ketiga. Ekspor gas alam Australia, diprediksi akan menambah setengah persen ke pertumbuhan GDP dalam tahun 2017 dan 2018. "(Namun) Pertumbuhan secara keseluruhan diekspektasikan belum akan cukup untuk menurunkan tingkat pengangguran yang diprediksikan untuk periode ini," kata RBA dalam SoMP. Tingkat pengangguran Australia berada pada angka 5.8 persen di bulan Desember. Komoditas Australia Terangkat ChinaAdanya lonjakan tak terduga dalam harga komoditas akibat kenaikan pertumbuhan di China dan membaiknya pertumbuhan di negara-negara maju secara global, berhasil mengangkat perdagangan komoditas Australia hingga 15 persen sejak pertengahan tahun 2016. AUD/USD hanya menunjukkan sedikit perubahan setelah laporan tersebut, dengan diperdagangkan pada harga 0.7622 pada pukul 11:38 di Sydney dibandingkan dengan angka 0.7621 sebelum rilisnya SoMP(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex. PEKANBARU - Departemen Perdagangan AS pada hari Selasa (7/2) pagi waktu setempat merilis data Neraca Perdagangan yang menunjukan telah terjadi penyusutan defisit setelah nilai ekspor melonjak ke level tertinggi dalam lebih dari 18 bulan.
Data Trade Balance AS selama bulan Desember yang dirilis Departemen Perdagangan malam ini menyusut sebanyak 3.2 persen menjadi -44.3 Milyar Dollar dari defisit -45.7 Milyar Dollar pada periode sebelumnya , sekaligus mengakhiri pelebaran defisit selama dua bulan secara beruntun. Bila mengacu pada data tahunan maka defisit perdagangan AS selama 12 bulan di tahun 2016 lalu tumbuh 0.4 persen dengan nilai 502.3 Milyar Dollar atau setara dengan 2.7 persen dari GDP. Meskipun defisit tahun lalu meningkat ke level tertinggi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, namun peningkatan defisit 2016 lebih rendah bila dibandingkan kenaikan nilai defisit 2.8 persen pada 2015. Pemerintahan Presiden AS baru Donald Trump berencana mempercepat pertumbuhan ekonomi AS dengan meninjau kembali perjanjian perdagangan 12 negera dalam wadah kerjasama Trans Pacific Partnership (TPP), Trump juga akan melakukan renegosiasi NAFTA sebagai upaya dari kebijakan proteksionisme Trump. Banyak analis ekonomi memperingatkan bahwa kebijakan seperti itu justru akan mengancam stabilitas ekonomi makro. Nilai Ekspor AS Desember Melonjak Tajam Penyusutan defisit perdagangan AS bulan Desember 2016 lalu dikarenakan lonjakan nilai ekspor yang begitu signifikan. Ekspor barang dan jasa selama Desember meningkat 2.7 persen menjadi 190.7 Milyar Dollar yang merupakan nilai tertinggi sejak April 2015 silam. Pengiriman barang-barang teknologi seperti pesawat, bioteknologi dan elektronik menjadi penyokong utama membaiknya ekspor AS akhir tahun 2016 lalu. Pasca rilis data Trade Balance AS Desember, Greenback terpantau bergerak menguat versus sebagian mata uang mayor hari ini. EUR/USD melemah, sempat menyentuh level terendah harian 1.0655; sedangkan GBP/USD masih berada dalam trend bearish dan berada di level 1.2374(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex. PEKANBARU - Bank Sentral Eropa pada hari Senin (6/2) siang waktu setempat mengeluarkan sebuah pernyataan yang cukup dovish melalui presiden ECB, Mario Draghi yang mengatakan bahwa tidak akan mengubah kebijakan apapun terkait melonjaknya inflasi zona Eropa bulan lalu.
Lonjakan inflasi pada bulan lalu secara mengejutkan semakin mendekati target ECB, hanya saja Mario Draghi enggan untuk segera melakukan pengetatan kebijakan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan beliau menyakini bahwa lonjakan inflasi yang terjadi bulan lalu bersifat sementara sebagai dampak atas kenaikan harga minyak dunia. Pertimbangan lain yang menjadi dasar bagi ECB tidak mau terburu buru mengubah kebijakan ekonomi disebabkan oleh karena pasar tenaga kerja masih lesu, trend pertumbuhan produktivitas negara negara anggota juga lemah dan cenderung mengarah ke jalur negatif sehingga menyebabkan ECB tetap akan melanjutkan program pembelian aset/ stimulus yang selama ini masih berlangsung. “ Dukungan terhadap langkah langkah kebijakan ekonomi kami masih dibutuhkan jika tingkat inflasi secara konvergen menuju target dengan kepercayaan yang cukup dan juga secara berkelanjutan”, demikian penyataan Draghi. Orang nomor satu di jajaran Bank Sentral Eropa itu juga menambahkan,” Strategi kebijakan moneter kami telah menetapkan bahwa kami tidak bereaksi terhadap data data yang bersifat individual dan atas lonjakan sementara inflasi dan kami akan terus memantau trend inflasi karena kami menyakini hal tersebut bersifat sementara dan tidak memiliki efek terhadap outlook jangka menengah terhadap stabilitas harga”. Pernyataan dovish Draghi tersebut tentu akan memberi tekanan kepada Euro yang mengawali awal pekan dengan penurunan sejak sesi Asia, pair EUR/USD saat ini pada pukul 22:46 WIB berada di level 1.0733 berusaha menjauhi level terendah harian 1.0705. Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex. PEKANBARU - Kepercayaan investor terhadap komitmen Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk mempertahankan pembelian obligasi, tengah terguncang pada hari Jumat (03/Feb) ini. Pasalnya, dalam rilis notulen rapat, tertulis bahwa BoJ menawarkan ekspansi pembelian obligasi (JGB) yang terbatas. Padahal, para trader mengharapkan bahwa BoJ akan menawarkan rate pembelian yang fix.
Kabar ini berdampak pada menguatnya Yen Jepang terhadap Dolar AS, serta mengacaukan pasar sekuritas pemerintah. Yield obligasi 10 tahunan Jepang melonjak hingga 4 basis poin ke kisaran 0.15 persen, level tertinggi sejak BoJ mengimplementasikan kebijakan suku bunga negatif pada bulan Januari 2016. BoJ menaikkan pembelian obligasi lima hingga sepuluh tahunan menjadi 450 miliar yen dari sebelumnya di angka 410 miliar yen, tulis notulen tersebut. Meski demikian, para anggota dewan BoJ masih memperdebatkan fleksibilitas rate dalam operasi pembelian nanti. Harapkan Petunjuk Lebih Jauh Dari BoJ"Ada sejumlah ekspektasi mengingat level kenaikan yield, jumlah tersebut akan lebih dinaikkan lagi," kata Souchi Takeyama, ahli strategi SMBC Nikko Securities Inc. di Tokyo. "Fokusnya akan terletak pada apakah BoJ akan memberikan petunjuk lebih jauh karena sebenarnya mereka masih mempunyai beberapa opsi untuk mengendalikan kenaikan yield." Yen Jepang merangkak naik terhadap Dolar AS hingga 0.1 persen ke angka 112.94 yen, setelah meluncur ke angka 112.05 yen di sesi perdagangan malam tadi, level terendah sejak akhir November. Pekan ini, USD/JPY tercatat melorot sebanyak 1.9 persen.(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex PEKANBARU - Federal Reserve AS tidak mengubah suku bunganya pada hari Kamis (02/Feb) ini, sesuai dengan ekspektasi. Ketidakpastian yang melingkupi kebijakan fiskal merupakan dasar bagi pengambilan kebijakan tersebut. Setelah rapat FOMC yang digelar selama dua hari, suku bunga The Fed dipertahankan pada angka 0.50 persen dan 0.75 persen dengan mengutip pertumbuhan pasar tenaga kerja.
"Perolehan ketenagakerjaan masih solid dan tingkat pengangguran masih berada di dekat level rendah terbaru," tulis The Fed dalam pernyataan yang dirilisnya. "Belanja masyarakat terus naik secara moderat, sedangkan investasi bisnis masih saja lemah. Pengukuran konsumen dan sentimen bisnis telah meningkat," The Fed juga menegaskan pernyataan bahwa "risiko jangka pendek ke outlook ekonomi tampil cukup seimbang". Artinya, perekonomian AS lebih mungkin untuk naik, daripada terjun bebas secara mengejutkan. Secara umum, pantauan The Fed terhadap data-data ekonomi AS terbilang positif walaupun peningkatannya bergerak perlahan. Pertumbuhan ISM Manufaktur AS dilaporkan lebih baik daripada ekspektasi, laporan kepercayaan konsumen terbukti kuat, dan payroll pun cukup memuaskan. Tingkat Pengangguran AS masih di kisaran 5 persen dalam setahun lalu. Sejumlah ekonom yakin full-employment akan segera tercapai. Akan tetapi, pertumbuhan output melambat dalam kuartal keempat dengan GDP riil yang diestimasi hanya akkan naik sebanyak 1.9 persen. Sementara itu, inflasi memang belum mencapai target 2 persen, tetapi sudah menunjukkan tanda-tanda kenaikan. Setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden, inflasi AS diperkirakan akan melonjak karena adanya rencana program pemotongan pajak dan peningkatan kebijakan fiskal. The Fed Wait And See Sampai Juni?Menurut Paul Ashworth, Kepala Ekonom Capital Economics, mengatakan bahwa The Fed akan wait and seesampai mendapatkan kejelasan ukuran, komposisi, dan waktu pelaksanaan stimulus fiskal yang direncakan Trump. Menurut pihaknya, detail itu baru akan terlaksana pada bulan Juni, sehingga Ashworth memprediksi bahwa The Fed akan menunggu hingga Juni sebelum menaikkan suku bunga kembali.(Mbs-rifan financindo berjangka) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex |
Archives
September 2021
Categories |