Rifanfinancindo Pekanbaru - Peningkatan laju produksi Amerika Serikat serta penguatan Dolar AS mengakibatkan harga Minyak jatuh sekitar 1 persen pada hari Senin lalu dan masih terus tertekan hingga Selasa pagi ini (30/Januari). Selisih antara harga acuan Brent dan WTI menyempit hingga kisaran $4 per barel —terendah sejak Agustus 2017— seiring dengan melonjaknya produksi AS hingga menyamai output Arab Saudi.
Baca Juga :
Peringatan Menteri Perminyakan IranDalam pelaporan Baker Hughes terbaru, jumlah oil drilling rigs di negeri Paman Sam melonjak sebanyak 12 buah ke angka total 759. Sementara itu, produksi minyak mentah naik lagi dari 9.750 juta barel per hari (bph) ke rekor tinggi baru pada 9.878 juta bph pekan lalu. Dengan demikian, laju produksi minyak AS kini kurang lebih setara dengan Arab Saudi, produsen minyak terbesar OPEC. Di seluruh dunia, hanya Rusia yang menghasilkan output lebih tinggi dengan rerata 10.98 juta bph di tahun 2017. "Sejauh ini berita keseluruhan bearish; rig count meningkat dan Menteri Perminyakan Iran memperingkatkan tentang harga yang terlalu tinggi," kata Giovanni Stauvono, analis komoditas di UBS Group AG, sebagaimana disampaikannya pada Bloomberg. Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, di akhir pekan menyatakan bahwa harga Minyak di kisaran $60 per barel itu "bagus". Namun, ia juga memperingatkan kalau harga lebih tinggi dari itu, maka akan mendorong digiatkannya produksi dari sumber-sumber suplai minyak yang membutuhkan biaya tambang lebih besar, seperti minyak shale AS, dan pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan harga. Baca Juga :
Menjelang penghujung bulan Januari, harga Minyak masih dalam jalur menuju kenaikan bulanan kelima beruntun, tetapi agaknya koreksi tak terhindarkan. Saat berita ditulis pada awal sesi Asia, Brent merosot 0.33% ke $69.17, dan WTI longsor 0.52% ke $65.16 per barel. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
0 Comments
Rifan Financindo Pekanbaru - Perekonomian AS secara mengejutkan tumbuh di bawah ekspektasi pada kuartal terakhir tahun 2017, didorong oleh kuatnya pengeluaran konsumen AS yang menyebabkan volume impor melonjak hingga mencapai level tertinggi sejak 2010.
Baca Juga :
Departemen Perdagangan AS pada hari Jumat (26/Januari) merilis data Estimated GDP kuartal IV/2017 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 2.6 persen, di bawah ekspektasi 3 persen yang dipatok oleh ekonom dalam sebuah jajak pendapat oleh Reuters. Sementara itu, laju pertumbuhan di kuartal sebelumnya direvisi naik 0.2 persen menjadi 3.2 persen. Kenaikan volume impor Negeri Paman Sam berada dalam laju tercepat delapan tahun, sehingga menekan pertumbuhan GDP. Permintaan domestik (Domestic Demand) melonjak di level 4.6 persen, laju tercepat sejak kuartal ketiga 2014 yang mengindikasikan kokohnya belanja konsumen AS. Permintaan Domestik yang kuat sejalan dengan rebound permintaan Global yang mencakup juga kawasan Asia dan Eropa. Selain itu, upaya Presiden Trump melakukan reformasi pajak pada bulan Desember 2017 lalu, disinyalir ikut mendorong melonjaknya permintaan domestik. Baca Juga :
Belanja Konsumen Masih Menjadi Faktor KunciBelanja Konsumen yang menyumbang dua per tiga dari total ekonomi AS, meningkat 3.8 persen pada kuartal IV/2017; sekaligus mencatat kenaikan terbesar sejak 2014. Tren Belanja Konsumen diprediksi bakal terus mengalami peningkatan pada tahun 2018, seiring dengan meningkatnya nilai kekayaan rumah tangga AS sebagai imbas dari rally pasar saham, peningkatan harga rumah, pemotongan pajak, dan kenaikan upah. Lonjakan Belanja Konsumen AS pada kuartal terakhir 2017, mendorong nilai import melonjak sebesar 13.9 persen yang merupakan laju tercepat sejak kuartal ketiga 2010. Akibatnya, defisit neraca perdagangan AS melebar dan menekan pertumbuhan ekonomi. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT Rifan Financindo Pekanbaru | Penjualan Ritel Inti Kanada November Melonjak, Loonie Menguat1/26/2018 PT Rifan financindo Pekanbaru - Penjualan Ritel Kanada mencatatkan kenaikan tiga bulan secara beruntun pada periode November, tetapi kenaikannya masih berada di bawah ekspektasi maupun rilis bulan Oktober. Meskipun begitu, Penjualan Ritel Inti berhasil membukukan lonjakan cukup signifikan yang mendorong mata uang Dollar Kanada menguat versus Greenback di awal sesi New York malam ini.
Baca Juga :
Departemen Statistik Kanada pada hari Kamis (25/Januari) merilis data Penjualan Ritel yang meningkat 0.2 persen di bulan November, atau sebesar $50.1 Milyar. Penjualan meningkat dalam 6 dari 11 kategori, mewakili 37 persen dari total Penjualan Ritel. Sementara itu, Penjualan Ritel Inti yang tidak memperhitungkan kategori otomotif melonjak 1.6 persen, setelah kenaikan 0.8 persen di periode sebelumnya. Penjualan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar dilaporkan naik sebesar 5.9 persen, dan lonjakan signifikan terjadi pada penjualan barang elektronik yang mencatatkan kenaikan 12.9 persen bulan November. Di samping itu, penurunan terjadi pada sektor otomotif sebesar -3.5 persen, setelah naik 3.6 persen di bulan Oktober. Penurunan angka penjualan kendaraan bermotor berserta suku cadang itulah yang menyebabkan kenaikan Penjualan Ritel Kanada bulan November lebih lambat dibandingkan periode sebelumnya. Berdasarkan cakupan wilayah, Quebec melaporkan pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 0.9 persen, dengan kenaikan terjadi di 9 dari 11 kategori. Untuk wilayah lainnya juga mengalami pertumbuhan, seperti Ontario naik 0.3 persen, sedangkan penjualan di Toronto naik 0.8 persen. Tren Penjualan Ritel secara online semakin cerah di Kanada. Hal itu terlihat dari volume penjualan yang mencapai $1.8 Milyar di bulan November, atau meningkat 25.5 persen secara YoY; jauh melampaui pertumbuhan total Penjualan Ritel sebesar 7.4 persen YoY. Baca Juga :
"Itu merupakan pertanyaan yang saya tidak tahu jawabannya. Kami telah menjelaskan kepada banyak orang bahwa terdapat beberapa isu penting (NAFTA) yang memaksa kita tidak memiliki gambaran teknis terkait kepastian jadwal kenaikan suku bunga selanjutnya. Kami sepenuhnya sangat tergantung pada data ekonomi," ucap Poloz dalam sebuah wawancara bersama CNBC saat menghadiri World Economic Forum di Swiss. Pernyataan bernada dovish dari orang nomor satu Bank Sentral Kanada itu, tidak mengendurkan tren bullish Loonie terhadap Dollar AS. Pada pukul 21:30 WIB, pair USD/CAD diperdagangkan di level 1.2307 setelah sempat menyentuh low harian pada 1.2281. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Rifanfinancindo pekanbaru - Poundsterling meroket ke level tinggi sembilan belas bulan versus Dolar AS pada pertengahan sesi perdagangan Eropa hari Rabu ini (24/Januari), setelah rilis laporan ketenagakerjaan Inggris menunjukkan performa yang dianggap cukup memuaskan. Pasalnya, terdapat indikasi kenaikan gaji yang menunjang kemungkinan dinaikkannya suku bunga (rate hike) oleh bank sentral Inggris dalam waktu dekat.
Baca Juga :
Perubahan Jumlah Pemohon Tunjangan Pengangguran (Claimant Count Change) untuk bulan Desember hanya menurun dari 12.2k ke 8.6k, lebih buruk dibanding ekspektasi yang dipatok pada 5.4k. Akan tetapi, Indeks Rerata Pendapatan Tanpa Bonus (Average Earnings ex Bonus) bulan November meningkat dari 2.3% ke 2.4%, lebih baik dibanding harapan pasar. Hal ini memperkuat indikasi kenaikan laju inflasi yang dapat mendorong bank sentral Inggris untuk menaikkan suku bunga dalam tahun 2018. Paul Hollingsworth, ekonom senior di Capital Economics, mengatakan pada PoundsterlingLive, "Dengan survei mengindikasikan peningkatan kesulitan rekrutmen dan survei mengenai gaji juga cukup kuat, maka ada prospek akselerasi kenaikan gaji lebih jauh lagi. Karenanya, kami berpendapat MPC (dewan penyusun kebijakan bank sentral Inggris) akan menaikkan suku bunga tiga kali tahun ini, lebih banyak dibanding perkiraan pasar, dengan kenaikan berikutnya dilakukan di bulan Mei." Dalam pantauan seusai publikasi laporan ini, Pounds cenderung dominan terhadap mata uang mayor lainnya. GBP/USD melesat hingga high 1.4118, sudah naik 0.60% dari harga pembukaan tadi pagi dengan dukungan tambahan dari pelemahan Dolar AS akibat keresahan soal kebijakan dagang Trump. Dalam pada itu, EUR/GBP merosot 0.33% hingga 0.8752; menyusul rilis Indeks PMI Manufaktur Zona Euro bulan Januari (preliminer) yang jeblok dari 60.6 ke 59.6. Baca Juga :
Instabilitas ekonomi pasca referendum Brexit tahun 2015 lalu telah mengakibatkan laju inflasi Inggris meroket hingga lebih dari 3 persen. Namun, dalam tempo bersamaan, GDP justru loyo. Pasalnya, kenaikan inflasi didorong oleh pelemahan Poundsterling yang juga mengakibatkan kenaikan biaya impor bagi para produsen dan konsumen. Ada harapan kalau penguatan Poundsterling dalam beberapa pekan terakhir akan meredakan laju inflasi dan meringankan beban pertumbuhan Inggris, tetapi hal ini belum tentu mampu menciptakan situasi yang cukup kondusif bagi kenaikan suku bunga. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Rifan Financindo Pekanbaru | Saudi: Kerjasama Para Produsen Minyak Berlanjut Hingga Setelah 20181/24/2018 Rifan Financindo Pekanbaru - Seusai rapat gabungan para menteri yang digelar pada hari Minggu kemarin, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid Al Falih, menyatakan bahwa negara-negara produsen minyak OPEC dan Non-OPEC setuju untuk terus bekerjasama mengendalikan produksi hingga setelah kesepakatan pemangkasan output pada akhir tahun 2018 berakhir. Sebagaimana dilansir dari Reuters, pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan negara-negara OPEC seperti Arab Saudi, Kuwait, Venezuela, dan Aljazair, serta negara-negara Non-OPEC seperti Rusia dan Oman.
Baca Juga :
Mekanisme Perpanjangan Kerjasama Belum DitentukanMenurut Al-Falih, mekanisme kerjasama tahun depan belum diputuskan, tetapi jika inventori minyak meningkat di tahun 2018 sebagaimana diekspektasikan sejumlah pakar, maka para produsen bisa memperpanjang kesepakatan pemangkaan output hingga tahun 2019. Katanya, "Ada kesiapan untuk melanjutkan kerjasama hingga setelah 2018.... Mekanismenya belum ditentukan, tetapi ada konsensus untuk melanjutkan." Sebagaimana diketahui, kesepakatan pemangkasan output yang dilaksanakan sejak Januari 2017 dan dijadwalkan berlanjut hingga akhir tahun 2018, mengharuskan negara-negara partisipan untuk menahan laju produksi dalam kuota tertentu. Dalam kesepakatan yang diikuti semua negara OPEC dan sejumlah negara produsen minyak Non-OPEC itu, Arab Saudi menanggung porsi pemangkasan terbesar, meski negara tersebut masih memberikan kontribusi output terbesar juga diantara negara-negara OPEC lainnya. Baca Juga :
Al-Falih menilai perekonomian global telah menguat, sedangkan kesepakatan pemangkasan output telah menyusutkan inventori minyak mentah di seluruh dunia, sehingga pasar berada dalam jalur menuju penyeimbangan lagi di akhir 2018 atau 2019. Namun, ia menekankan bahwa para produsen masih harus banyak bekerja keras untuk memulihkan kesehatan pasar, dan belum diketahui pasti apakah laju drawdown inventori saat ini akan berlanjut hingga bulan-bulan mendatang. "Kita memasuki periode demand rendah secara musiman, dan kita perlu melihat itu berlalu kemudian memantau bagaimana inventori di paruh kedua (tahun 2018) sebelum kita mempertimbangkan perubahan apapun terhadap kebijakan saat ini," paparnya. Akan Dibahas Lagi Beberapa Bulan MendatangMengenai rapat yang sama, Menteri Perminyakan Kuwait Bakheet Al Rashidi mengatakan, hanya membahas mengenai pelaksanaan kesepakatan yang ada sekarang saja. Menurutnya, diskusi mengenai kesepakatan berikutnya antara negara-negara OPEC dan para produsen minyak lain yang dipimpin Rusia, diekspektasikan terjadi di bulan Juni. Namun Menteri Perminyakan Oman, Mohammed bin Hamad Al Rumhi, mengatakan diskusi mengenai apakan akan memperbarui kesepakatan pemangkasan output atau menciptakan kesepakatan baru, akan dilakukan pada November. Harga Minyak Masih Ditekan Proyeksi IEA Menyusul dipublikasikannya komentar Khalid Al-Falih, harga minyak belum banyak bergerak. Saat berita ditulis pada awal sesi Asia hari Senin pagi (22/Januari), Brent berada dalam posisi naik 0.10% ke 68.79 dan WTI hanya naik 0.03% ke 63.47, setelah sempat merosot pada akhir pekan lalu. Pada hari Jumat kemarin, harga minyak merosot massal seusai rilis laporan bulanan International Energy Agency (IEA). Pasalnya, lembaga afiliasi OECD yang berpusat di Paris itu memperingatkan bahwa pesatnya laju produksi minyak di Amerika Serikat akan mementahkan sejumlah faktor positif yang mendukung harga minyak, termasuk berlanjutnya pemangkasan output OPEC. Produksi minyak mentah AS per 12 Januari berada pada laju 9.75 juta barel per hari (bph); tetapi IEA mengekspektasikan akan segera melampaui 10 juta bph dalam waktu dekat, melampaui laju produksi Arab Saudi maupun Rusia. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) ptrifanfinancindoberjangkapku.wordpress.com/2018/01/24/rifan-financindo-pekanbaru-gantikan-yellen-jerome-powell-siap-lanjutkan-kebijakan-the-fed/ Lihat : Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT Rifan Financindo Pekanbaru - Kongres AS telah meloloskan anggaran belanja sementara untuk mendanai pemerintah AS hingga 8 Februari mendatang, dalam voting tengah malam tadi. House menggolkannya dengan hasil voting 266-150, sedangkan Senat mengesahkan via perolehan suara 81-18. Oleh karenanya, Government Shutdown yang berlangsung sejak hari Sabtu pun diakhiri, dan kantor-kantor pemerintah AS dapat kembali beroperasi hari Selasa ini (23/Januari). Akan tetapi, Indeks Dolar AS masih terpuruk di level terendah sejak 1 Januari 2015, karena kekhawatiran pasar mengenai masalah anggaran belanja AS belum usai.
Baca Juga :
Kompromi Temporer Partai Demokrat Soal DACALegislasi anggaran belanja sementara bagi pemerintah AS berhasil disahkan setelah partai Demokrat setuju menunda diskusi tentang pendanaan program perlindungan bagi imigran anak-anak (Deferred Action for Childhood Arrivals/DACA). Namun, ini merupakan anggaran sementara keempat sejak awal pemerintahan Presiden Donald Trump; dan pelaku pasar sangsi kalau kompromi final bisa dicapai terkait masalah imigrasi dan keamanan perbatasan yang menjadi pokok perseteruan antara partai Republik dan Demokrat, dalam waktu dua pekan saja. Baca Juga :
Pendanaan bagi program DACA akan kadaluwarsa pada Maret 2018, dan Trump tak ingin memperpanjangnya lagi, sembari memilih untuk mengalokasikan dana bagi pendirian tembok di perbatasan dengan Meksiko. Di sisi lain, partai Demokrat berupaya mati-matian mempertahankan program DACA dengan alasan kemanusiaan; apalagi, imigran dianggap telah banyak berkontribusi bagi kemajuan negara. Senat Republik Tidak KompakKegagalan diskusi dan voting berulangkali di Kongres AS terutama karena meski partai Republik menguasai kursi mayoritas, tetapi mereka tak memiliki cukup suara untuk meloloskan perundangan tanpa kontribusi perwakilan partai Demokrat sama sekali. Partai Republik bisa menggolkan proposal perundangan yang diinginkannya di House of Representative (Majelis Rendah) dengan relatif mudah, tetapi terhambat di Senat (Majelis Tinggi). Dari 100 anggota Senat tahun ini, partai Republik hanya menguasai 51 (Demokrat 47, Independen 2), padahal untuk menggolkan perundangan dibutuhkan setidaknya 60 suara. Lebih dari itu, pendapat perwakilan partai Republik di Senat pun terpecah mengenai perlunya mengeliminasi DACA dan mendirikan tembok Meksiko. Hal ini terbukti dari absensi 5 suara Republik dalam voting anggaran hari Jumat lalu, sehingga anggaran belanja gagal disahkan meski ada 5 suara partai Demokrat yang "berkhianat". Pasar Saham Pulih, Dolar Masih LesuDrama politik di Washington ini terus diamati pelaku pasar, dan semakin menekan Dolar AS seiring dengan berkepanjangannya perkara. Saat berita ditulis, Indeks Dolar AS masih terkapar walau pasar-pasar saham AS mengalami pemulihan, seusai kemerosotan di hari Senin. Indeks Dolar AS berada pada posisi -0.05% di 90.35, dengan EUR/USD naik 0.04% ke 1.2266 dan GBP/USD menggeliat 0.03% ke 1.3990. Namun, Dolar nampak menguat pada pasangan USD/JPY (+0.06% ke 110.99) dan USD/CAD (+0.04% ke 1.2446), karena pasar menandai sedikit kelegaannya dengan melepas sejumlah aset safe haven. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Rifan Financindo Pekanbaru - Senat AS resmi gagal mencapai kesepakatan terkait anggaran belanja pemerintah AS pada sidang yang digelar sejak hari Jumat kemarin, sehingga Government Shutdown benar-benar terjadi mulai hari Sabtu ini (20/Januari) hingga waktu yang belum ditentukan. Dalam kondisi ini, secara teknis pemerintah AS tak memiliki pendanaan memadai untuk menjalankan instansi publik dan membayar karyawannya, sehingga pos-pos penting terpaksa ditutup, dan bahkan tentara yang sedang bertempur di garis depan tidak akan digaji.
Menurut laporan media setempat, perwakilan partai Republik di Senat gagal mencapai kesepakatan untuk menggolkan anggaran sementara, sedangkan perwakilan partai Demokrat kompak menolak proposal anggaran sementara tersebut. Voting atas anggaran sementara itupun berakhir dengan 50 mendukung dan 49 menolak, jauh dari angka 60 yang dibutuhkan untuk mengesahkannya. Pasal-pasal yang diperkarakan diantaranya terkait pendirian tembok di perbatasan Meksiko yang telah dijanjikan Presiden Donald Trump sejak masa kampanyenya -hal mana ditentang oleh Demokrat--; serta pendanaan program bantuan adaptasi bagi imigran anak-anak (DACA) yang ingin diperpanjang oleh Demokrat, tetapi ditentang Trump. Ini bukanlah Government Shutdown pertama yang dialami Amerika Serikat. Pada kurun waktu antara 1-17 Oktober 2013, masa pemerintahan Presiden Barack Obama, AS juga pernah mengalami Shutdown akibat kegagalan partai Demokrat pendukung Obama untuk mendapatkan dukungan dari perwakilan partai Republik untuk memasukkan pendanaan bagi UU Perawatan Kesehatan Terjangkau (Affordable Care Act) yang juga terkenal dengan nama "Obamacare". Pada saat Shutdown di era Obama, data-data ekonomi AS tak terlalu terdampak. Namun, Dolar AS tertekan terus bahkan hingga beberapa waktu setelah Shutdown diakhiri oleh disepakatinya anggaran sementara. Belum diketahui bagaimana Shutdown kali ini akan mempengaruhi Dolar AS yang sudah terpuruk di level terendahnya sejak awal tahun 2015 di detik-detik menjelang voting Senat kemarin. Namun, menurut Kathy Lien dari BK Asset Management, "Meskipun Dolar semestinya (akan memunculkan) gap lebih rendah pada hari Minggu jika pemerintah AS benar-benar Shutdown, tetapi itu tidak akan menjadi faktor jangka panjang yang menggerakkan Dolar ke level lebih rendah." RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Euro selip untuk kedua kalinya dari level tinggi tiga tahun pada sesi Eropa hari ini (17/Januari), meskipun EUR/USD sempat tembus ambang $1.23 setelah Jens Weidmann dari Bundesbank menyatakan persetujuannya pada rencana bank sentral Eropa (ECB) untuk mengakhiri Quantitative Easing (QE). Pasalnya, Vitor Constancio, Wakil Presiden ECB, justru khawatir kalau Euro tidak bergerak selaras dengan fundamental ekonomi dan menyarankan agar ECB tak buru-buru merubah kebijakan.
Apresiasi Euro Kacaukan Pencapaian Target InflasiPelemahan Dolar AS dan meningkatnya optimisme pasar pada perbaikan ekonomi Eropa di awal tahun 2018 ini telah mendorong Euro reli ke puncak tertinggi tiga tahun, melanjutkan kenaikan yang dialami sepanjang tahun lalu. Namun, laju penguatan nilai tukar Euro yang mencapai lebih dari 3 persen dalam dua pekan terakhir, menciptakan kekhawatiran tersendiri dari para pejabat ECB. Beberapa hari yang lalu, Presiden Bank Sentral Prancis sekaligus anggota penyusun kebijakan ECB, Francoise Villeroy de Galhau, mengatakan, "...evolusi nilai tukar baru-baru ini adalah sumber ketidakpastian yang perlu dipantau terkait kemungkinan dampaknya terhadap harga-harga barang impor." Baca Juga :
Rabu siang ini, giliran Vitor Constancio mengungkapkan kerisauannya dalam sebuah wawancara dengan media Italia, La Repubblica. Mantan Gubernur Bank Sentral Portugal ini menyatakan, "Saya khawatir pada pergerakan mendadak yang tidak merefleksikan perubahan dalam fundamental," saat ditanya mengenai kuatnya Euro akhir-akhir ini. Lanjutnya juga, "(Jika) melihat fundamental, inflasi agak menurun di bulan Desember." Constancio juga mengirim sinyal kalau ECB akan mempertahankan kebijakan moneter longgar, termasuk pembelian obligasi (Quantitative Easing) hingga waktu lama. Katanya, "Kami melihat perlunya penyesuaian secara bertahap dalam semua elemen di panduan ke depan kami, jika ekonomi terus bertumbuh dan inflasi terus bergerak menuju target kami. Ini tidak berarti perubahan akan terjadi segera." Menyemai KetidakpastianMenanggapi perbedaan pendapat antara Jens Weidmann dan Vitor Constancio, pakar strategi dari ING, Viraj Patel, mengatakan, "ECB memainkan 'good cop, bad cop' dalam komentar mereka mengenai Euro, tetapi tak diragukan lagi bahwa reli mata uang ini telah menyemai benih-benih ketidakpastian di benak para pengambil kebijakan ECB." Baca Juga :
Namun, dalam rilis data Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) Zona Euro sore ini, nampak laju inflasi stagnan dengan CPI 1.4% YoY dan Core CPI 0.9% YoY di bulan Desember, meski sejalan dengan ekspektasi. Laju CPI bulanan tercatat 0.4%, sesuai ekspektasi dan masih sama dengan kenaikan di bulan November. Kenaikan hanya nampak pada Core CPI dalam basis bulanan yang meningkat 0.5%, lebih baik dari -0.1% di bulan November. Saat berita dirilis, satu jam setelah publikasi data CPI, EUR/USD berada pada posisi -0.20% di 1.2235. Pasangan mata uang EUR/GBP juga terkoreksi -0.23% ke 0.8867, sedangkan EUR/JPY cenderung flat di kisaran 135.40. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
RIFAN FINANCINDO | Penjualan Ritel AS Meningkat, CPI Inti Capai Kenaikan Terbesar 11 Bulan1/14/2018 RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Retail Sales AS bulan Desember naik cukup signifikan seiring dengan banyaknya keluarga di Negeri Paman Sam menghabiskan uang mereka selama musim liburan akhir tahun. Apiknya Penjualan Ritel mengindikasikan tren belanja konsumen yang kokoh pada penutupan 2017, dan diprediksi bakal berlanjut pada tahun 2018. Baca Juga :
Baca Juga :
Sementara itu, Core Retail Sales, yang memperhitungkan data di luar sektor otomotif, bulan lalu meningkat 0.4 persen, lebih baik dibandingkan prediksi kenaikan sebesar 0.3 persen. Dalam basis tahunan, Core Retail Sales AS mencatatkan kenaikan 5.4 persen YoY hingga bulan lalu. Baca Juga :
Indeks Harga Konsumen Inti (Core CPI) naik 0.3 persen bulan lalu, mengikuti kenaikan sebesar 0.1 persen selama bulan November. Data Inflasi Inti malam ini merupakan yang terbesar sejak periode Januari 2017. Dalam 12 bulan terakhir, Core CPI berhasil membukukan kenaikan 1.8 persen hingga Desember. Para ekonom berharap kondisi pasar tenaga kerja AS yang ketat, kenaikan harga komoditas, dan pelemahan Dollar baru-baru ini, dapat mendorong kenaikan laju Inflasi menuju target Fed yang dipatok pada 2 persen. Sementara itu, headline CPI bulan lalu hanya naik 0.1 persen, setelah meraih kenaikan 0.4 persen di bulan November. Melambatnya Harga Konsumen AS tersebut dikarenakan harga bahan bakar yang turun 2.7 persen setelah rebound dengan kenaikan 7.3 persen bulan November. Secara YoY, Consumer Price Index naik 2.1 persen hingga bulan Desember. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Presiden Donald Trump menyatakan akan menarik Amerika Serikat dari perjanjian NAFTA (North American Free Trade Agreement). Pernyataan ini memang bukan yang pertama kalinya. Dalam kampanyenya pada Juni 2016, Trump menyatakan bahwa NAFTA adalah sebuah perjanjian perdagangan terburuk yang pernah dilakukan AS.
Bukan Trump namanya kalau tidak membuat pernyataan kontroversial. Jika AS benar-benar keluar dari NAFTA maka hal ini akan mengacaukan industri di AS, Kanada dan Meksiko yang sejak lama memiliki ketergantungan satu sama lain. Pernyataan ini ditanggapi serius oleh Kanada. Sejumlah pejabat pemerintahan Kanada menyatakan bahwa ada kemungkinan besar AS akan keluar dari NAFTA, 6 bulan sejak Trump melontarkan statement kontroversial ini. Mereka pun mendorong sejumlah pejabat AS yang pro NAFTA untuk menekan Trump dari dalam negeri. Sejumlah negosiasi antara tiga negara ini juga sudah dijadwalkan untuk membahas rancangan Trump ini, yakni pada tanggal 23 Januari mendatang di Montreal serta pada bulan Februari di Mexico City. Baca Juga :
Baca Juga :
Jika AS menarik diri dari NAFTA, berarti perjanjian dagang ini otomatis bubar, dan akan mempengaruhi volume perdagangan Kanada dan Meksiko sebagai dua negara lain yang terlibat di dalamnya. Menyusul kabar tersebut, USD/CAD naik 0.6 persen ke 1.2544 beberapa saat setelah Trump melontarkan pernyataan kontroversialnya. Sedangkan iShares MSCI Kanada (Indeks Harga Saham Gabungan Kanada) ditutup turun 1% persen pada perdagangan Rabu kemarin. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
|
Archives
September 2021
Categories |