RIFAN FINANCINDO PEKANBARU | Situasi Politik Italia Makin Serius, Euro Terpuruk Di 1.15 Per Dolar AS5/31/2018 RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Kian intensifnya gejolak politik di Italia membuat Euro terpendam di bawah level rendah terhadap mata uang-mata uang mayor di sesi perdagangan Rabu (30/Mei) pagi ini. Meningkatnya kemungkinan akan digelarnya pemilu lebih awal di negara tersebut membuat para pelaku pasar dilanda kekhawatiran. Pasalnya, ada potensi bahwa pemilu Italia akan berubah menjadi referendum untuk menentukan penggunaan mata uang Euro. Sentimen anti Uni Eropa juga turut memanas.
Baca juga:
Berdasarkan informasi nara sumber anonim yang disebut dekat dengan sejumlah orang penting di partai-partai besar Italia, Reuters melaporkan bahwa Presiden Sergio Mattarella kemungkinan akan membubarkan parlemen dalam beberapa hari ke depan. Setelah itu, ia akan kembali mengadakan Pemilu secepat-cepatnya pada tanggal 29 Juli. Seriusnya Situasi Politik Di ItaliaKemelut politik di negara Pizza ini melonjakkan yield obligasi pemerintahnya ke 3.19 persen, berkebalikan dengan harga saham dan Euro yang terjungkal. Baca juga:
Belanja Konsumen Direvisi Turun "Cara bagaimana yield obligasi pemerintah jangka pendek Italia melonjak, membuat kita berpikir adanya potensi risiko gagal bayar dalam radar pasar. Tergambar pula betapa seriusnya situasi saat ini," tutur Makoto Noji, Ahli Forex Senior dari SMBC Nikko Securities. Noji menambahkan bahwa kekhawatiran pasar paling besar terletak pada apabila pihak anti Uni Eropa menang, serta jika Italia keluar dari UE dan tak lagi menggunakan mata uang Euro. Analis: Euro Saat Ini Ibarat Pisau JatuhSaat berita ini ditulis, EUR/USD diperdagangkan pada posisi 1.154, tak jauh dari level pembukaannya di awal sesi. EUR/CHF diperdagangkan pada kisaran 1.1452, naik sedikit dari Low 1.1367 yang tercapai kemarin malam. Dalam satu bulan ini, EUR/CHF telah turun sebanyak 4.4 persen, kemerosotan terbesar sejak bulan Januari 2015. Bart Wakabayashi dari State Street Bank yang dikutip oleh Reuters memperingatkan untuk berhati-hati dalam bertrading Euro. "Ibaratnya, jangan mencoba menangkap pisau yang jatuh," katanya. "Untuk saat ini, yang perlu kita lakukan adalah memantau perkembangan," imbuh Wakabayashi. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
0 Comments
RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Mata uang Yen menguat kembali pada awal sesi perdagangan hari Selasa ini (29/Mei), dikarenakan pasar panik akan gejolak politik di Zona Euro. Sementara itu, Yen mengabaikan data-data ekonomi yang agak mengecewakan.
Pasangan USD/JPY melorot 0.38% dalam perdagangan intraday ke 108.99; sedangkan EUR/JPY minus 0.34% ke 126.76, level terendah sejak Juni 2017. Yen menguat pula versus Poundsterling, dengan GBP/JPY menurun 0.30% ke 145.15 saat berita ditulis. Baca juga:
Ketenagakerjaan Flat, Inflasi MelorotJapan Statistics Bureau melaporkan Tingkat Pengangguran di Jepang stagnan pada 2.5% pada bulan April. Pada periode yang sama, Japan Institute for Labour menyatakan Jobs/Application Ratio stagnan pada 1.59; padahal diekspektasikan naik ke 1.60. Laporan tersebut merupakan data mengecewakan kesekian yang dirilis Jepang mengenai kondisi perekonomian dalam beberapa pekan belakangan. Pada Jumat lalu, inflasi konsumen (CPI) di Tokyo untuk bulan Mei (preliminer) dilaporkan menurun dari 0.5% YoY ke 0.4% YoY. Pertengahan bulan ini, inflasi konsumen Jepang secara keseluruhan untuk bulan April menurun ke 0.6% YoY dari 1.1% di periode sebelumnya. Baca juga:
Krisis Politik Di Italia Menguntungkan Yen Terlepas dari itu, Yen tetap menguat terhadap mata uang-mata uang mayor, lantaran peningkatan risiko dalam kondisi geopolitik dunia. Meski ketegangan dagang antara AS dan China telah mereda, tetapi pertemuan Presiden Donald Trump dan Kim Jong-Un ditinjau ulang dan kekhawatiran tentang keutuhan Uni Eropa kembali mencuat. Drama politik di Italia berubah menjadi ancaman bagi eksistensi mata uang Euro, setelah dua partai anti-Uni Eropa menyiratkan kemungkinan untuk berkoalisi. Jika koalisi terjadi, maka pemilu Italia berikutnya (yang akan jatuh pada Musim Gugur tahun ini atau awal tahun depan) bisa berubah menjadi referendum de facto mengenai keanggotaannya dalam Uni Eropa dan Zona Euro. "Kelemahan Euro merupakan faktor kunci di balik kekuatan Yen. Pada gilirannya, kekuatan Yen secara relatif terhadap Euro, mendongkraknya terhadap Dolar," ujar Shusuke Yamada, pimpinan strategi FX Jepang di Bank of America Merrill Lynch. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Harga minyak naik makin tinggi di tengah kekhawatiran kalau-kalau Amerika Serikat akan kembali menerapkan sanksi ekonomi atas Iran. Saat berita ditulis pada awal sesi Asia hari Selasa (1/Mei), harga minyak tipe Brent telah meningkat 0.27 persen ke 74.83 dalam perdagangan intraday, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik 0.23 persen ke 68.70. Kedua harga minyak acuan telah kembali ke kisaran level tertinggi sejak November 2014.
Baca juga:
Pada hari Senin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkap sejumlah dokumen yang katanya membuktikan bahwa Iran tetap mengembangkan senjata nuklir selepas menandatangani perjanjian tahun 2015. Namun, negosiator perjanjian nuklir Iran 2015 menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang ditunjukkan Netanyahu merupakan dokumen lama yang telah mereka ketahui saat perundingan dilakukan. Para pakar menilai, pernyataan Netanyahu sepertinya sengaja dirilis untuk memberikan alasan bagi Presiden Trump agar menarik AS dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015 saat evaluasi ulang pada pekan depan. Hal serupa disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, dengan menuding, "Presiden Trump berupaya menggunakan lagi tuduhan lama yang sudah diklarifikasi IAEA (International Atomic Energy Agency) untuk 'menghentikan' kesepakatan." Kesepakatan nuklir Iran yang disetujui oleh Presiden AS Barack Obama pada tahun 2015 merangkum sejumlah konsesi antara Iran dan negara-negara lainnya (AS, China, Prancis, Jerman, dan Rusia). Pokok utamanya, Iran setuju mengurangi aktivitas nuklir dan mengijinkan inspeksi dari lembaga internasional atas fasilitas nukir yang dimilikinya, sedangkan AS dan negara-negara lainnya sepakat mencabut sanksi ekonomi. Dalam hal ini, Presiden AS harus melakukan verifikasi bahwa Iran telah melaksanakan semua persyaratan dalam kesepakatan tersebut secara periodik. Baca juga:
Sebelumnya, Trump sudah berulangkali menyatakan ketidaksukaannya terkait kesepakatan ini. Sejak pelantikannya menggantikan Obama sebagai Presiden AS, ia telah beberapa kali memberikan verifikasi dengan kurang senang hati, karena dibujuk oleh Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. Namun, beberapa waktu lalu Tillerson telah dipecat dan digantikan oleh Mike Pompeo yang berpandangan selaras dengan Trump. Kebetulan, presentasi Netanyahu kali ini dilakukan tepat beberapa hari setelah ia berjumpa dengan Pompeo. Ada Waktu Hingga 12 MeiPresiden Donald Trump memiliki waktu hingga 12 Mei mendatang untuk memutuskan apakah akan melanjutkan perjanjian nuklir Iran, atau kembali menerapkan sanksi atas negara eksportir minyak terbesar kedua OPEC tersebut. Lembaga konsultan Eurasia Group menyampaikan bahwa presentasi Netanyahu hanya menunjukkan sedikit bukti dan tidak akan mempengaruhi pengambilan keputusan AS dan Eropa, tetapi masih ada 60 persen kemungkinan Trump akan menarik AS dari persetujuan tersebut. Pasar minyak cukup sensitif pada perkembangan apapun terkait persetujuan nuklir dan sanksi atas Iran ini. Namun, data-data terkait supply dan demand yang akan dirilis dalam pekan ini juga dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak ke depan. Dalam laporan hari Senin, Energy Information Administration (EIA) menyatakan produksi minyak mentah AS melonjak sebanyak 260,000 barel per hari (bph) ke 10.26 juta bph pada bulan Februari. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang masa yang mengukuhkan posisi AS sebagai produsen minyak terbesar kedua dunia. Sedangkan menurut Baker Hughes, jumlah oil drilling rigs di AS juga meningkat dari 820 ke 825 dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 27 April lalu. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Notulen rapat kebijakan moneter FOMC The Fed yang telah dirilis dini hari (24/Mei) tadi mengungkapkan bahwa para anggota komite mendiskusikan Outlook mereka tentang ekonomi dan suku bunga. Untuk inflasi AS, seluruh anggota setuju target inflasi harus dapat tercapai dalam beberapa bulan ke depan.
Baca juga:
Inflasi "Simetris" Dengan TargetSelain itu, The Fed tak keberatan untuk membiarkan inflasi sedikit di atas target 2 persen mereka, selama ekonomi AS melanjutkan pemulihan.Notulen untuk rapat yang telah digelar oleh bank sentral AS pada tanggal 1-2 Mei lalu menyatakan, mereka memang belum menaikkan suku bunga, tetapi menambahkan kata "simetris" dalam mendeskripsikan tujuan inflasi. Kata "simetris" disebutkan beberapa kali dalam keseluruhan notulen. Namun, para pelaku pasar masih mempelajari apa yang dimaksud dengan simetris oleh The Fed. Baca juga:
"Beberapa partisipan rapat berkomentar bahwa berita terakhir mengenai inflasi, dengan latar belakang kelanjutan prospek laju pertumbuhan ekonomi yang solid, mendukung pandangan bahwa dalam basis 12 bulan inflasi akan bergerak sedikit di atas target 2 persen komite untuk sementara," tulis notulen tersebut. "Tercatat pula bahwa apabila inflasi sedang dalam periode sedikit lebih tinggi dari target 2 persen untuk sementara, maka itu akan konsisten dengan target inflasi simetris para komite dan dapat membantu menjangkar ekspektasi inflasi untuk jangka waktu yang lebih lama dengan level yang sejalan dengan target." Kenaikan Suku Bunga The Fed JuniNotulen rapat FOMC juga menunjukkan rencana kenaikan suku bunga pada rapat bulan Juni mendatang, meskipun ada perdebatan mengenai seberapa dekat The Fed dengan akhir siklus kenaikan suku bunga seperti saat ini. "Sebagian besar peserta rapat menilai bahwa apabila informasi yang akan datang mengonfirmasi outlook ekonomi mereka secara luas, maka kemungkinan tindakan yang sesuai untuk dilakukan para Komite rapat adalah mengambil langkah berikutnya dalam menghapus akomodasi kebijakan," tulis notulen tersebut yang sekaligus menjadi indikasi bahwa kenaikan suku bunga mungkin dilakukan dengan segera. Pasar telah memasang perkiraan sebesar 95 persen untuk kenaikan suku bunga pada bulan Juni, disusul dengan kenaikan lagi di bulan September. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO - Harga minyak kolaps pada hari Jumat, meskipun fundamental sejatinya bullish akibat kemerosotan produksi minyak OPEC. Pasalnya, indikasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China kian menguat, dan kini diperkirakan dapat berimbas pada pasar minyak. Harga minyak Brent dan WTI kembali mencuat pada perdagangan hari Senin pagi ini (9/April), tetapi belum mampu membalik kemerosotan dialami minggu lalu.
Saat berita ditulis, harga minyak WTI diperdagangkan naik 0.48% dari harga pembukaan awal pekan ke USD62.20, tetapi belum mampu meraih kembali angka 64.88 yang menjadi harga pembukaan minggu lalu. Sementara itu, harga minyak Brent naik 0.40% ke USD67.27 per barel, masih jauh dari 69.33 yang menjadi harga pembukaan minggu lalu. Baca juga:
Gayung Bersambut, Tarif Impor Berjawab Pada hari Jumat, harga minyak merosot drastis sekitar 2 persen. Kabar yang mendorong pergerakan ini adalah ancaman Presiden Donald Trump untuk menerapkan bea impor tambahan pada China, setelah Beijing memberlakukan bea impor balasan atas puluhan produk ekspor AS sebagai respon untuk tindakan Washington mengaplikasikan bea impor logam. Dampak perang dagang AS - China kini dikhawatirkan dapat merembet pula ke sektor migas; seusai menelan sektor manufaktur, teknologi, dan agri. "Sementara eskalasi perang dagang bisa menyinggung sentimen pertumbuhan global, sumber ketakutan asli adalah China, yang jika ditekan cukup kuat maka dapat menerapkan tarif pada minyak AS yang mereka impor," kata Stephen Innes, pimpinan trading untuk Asia Pasifik di broker OANDA di Singapura, pada Reuters. Hal serupa disampaikan oleh beberapa analis lainnya. "China bisa mencampakkan energi (minyak) AS kapan saja karena banyak suplai dari sumber lainnya, sedangkan bagi AS, energi adalah subjek yang sensitif," kata Will Yun, analis komoditas dari Hyundai Futures Corp, pada Bloomberg. Lebih dari itu, "Jika China menunjukkan kesediaannya untuk menerapkan tarif impor atas minyak mentah, (maka) itu akan mengirim shock wave ke pasar," kata Min Byungyu, pakar strategi global di Yuanta Securities Co. Baca juga:
Kenaikan Ekspor AS Lampaui Penurunan VenezuelaDi sisi lain, Baker Hughes pada Sabtu dini hari melaporkan bahwa oil drilling rigs di negeri Paman Sam meningkat 11 buah pada periode perhitungan sepekan yang berakhir tanggal 6 April. Penambahan tersebut membuat total rigs mencapai 808, tertinggi sejak Maret 2015. Oleh karenanya, Innes mengatakan, ekspor minyak AS telah melesat dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari sekedar mengimbangi penyusutan suplai minyak akibat krisis ekonomi yang dialami Venezuela. Meski demikian, secara umum harga minyak tetap ditopang oleh permintaan minyak yang cukup sehat, serta kesepakatan pemangkasan produksi yang masih dijalankan oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan sejumlah negara produsen lainnya. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFANFINANCINDO - Harga minyak naik makin tinggi di tengah kekhawatiran kalau-kalau Amerika Serikat akan kembali menerapkan sanksi ekonomi atas Iran. Saat berita ditulis pada awal sesi Asia hari Selasa (1/Mei), harga minyak tipe Brent telah meningkat 0.27 persen ke 74.83 dalam perdagangan intraday, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik 0.23 persen ke 68.70. Kedua harga minyak acuan telah kembali ke kisaran level tertinggi sejak November 2014.
Baca juga:
Israel Ungkap "Temuan Intelijen" Soal Nuklir IranPada hari Senin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkap sejumlah dokumen yang katanya membuktikan bahwa Iran tetap mengembangkan senjata nuklir selepas menandatangani perjanjian tahun 2015. Namun, negosiator perjanjian nuklir Iran 2015 menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang ditunjukkan Netanyahu merupakan dokumen lama yang telah mereka ketahui saat perundingan dilakukan. Para pakar menilai, pernyataan Netanyahu sepertinya sengaja dirilis untuk memberikan alasan bagi Presiden Trump agar menarik AS dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015 saat evaluasi ulang pada pekan depan. Hal serupa disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, dengan menuding, "Presiden Trump berupaya menggunakan lagi tuduhan lama yang sudah diklarifikasi IAEA (International Atomic Energy Agency) untuk 'menghentikan' kesepakatan." Kesepakatan nuklir Iran yang disetujui oleh Presiden AS Barack Obama pada tahun 2015 merangkum sejumlah konsesi antara Iran dan negara-negara lainnya (AS, China, Prancis, Jerman, dan Rusia). Pokok utamanya, Iran setuju mengurangi aktivitas nuklir dan mengijinkan inspeksi dari lembaga internasional atas fasilitas nukir yang dimilikinya, sedangkan AS dan negara-negara lainnya sepakat mencabut sanksi ekonomi. Dalam hal ini, Presiden AS harus melakukan verifikasi bahwa Iran telah melaksanakan semua persyaratan dalam kesepakatan tersebut secara periodik. Baca juga:
Ada Waktu Hingga 12 MeiPresiden Donald Trump memiliki waktu hingga 12 Mei mendatang untuk memutuskan apakah akan melanjutkan perjanjian nuklir Iran, atau kembali menerapkan sanksi atas negara eksportir minyak terbesar kedua OPEC tersebut. Lembaga konsultan Eurasia Group menyampaikan bahwa presentasi Netanyahu hanya menunjukkan sedikit bukti dan tidak akan mempengaruhi pengambilan keputusan AS dan Eropa, tetapi masih ada 60 persen kemungkinan Trump akan menarik AS dari persetujuan tersebut. Pasar minyak cukup sensitif pada perkembangan apapun terkait persetujuan nuklir dan sanksi atas Iran ini. Namun, data-data terkait supply dan demand yang akan dirilis dalam pekan ini juga dapat mempengaruhi pergerakan harga minyak ke depan. Dalam laporan hari Senin, Energy Information Administration (EIA) menyatakan produksi minyak mentah AS melonjak sebanyak 260,000 barel per hari (bph) ke 10.26 juta bph pada bulan Februari. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang masa yang mengukuhkan posisi AS sebagai produsen minyak terbesar kedua dunia. Sedangkan menurut Baker Hughes, jumlah oil drilling rigs di AS juga meningkat dari 820 ke 825 dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 27 April lalu. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Jakarta Konvoi massa dari komunitas Sion Kids Center of Papua, yang membawa bendera Israel, menjadi pro-kontra. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua Pdt Lipiyus Biniluk MTh bicara soal itu.
"Menurut saya, pengibaran bendera Bintang Daud yang dikibarkan sekelompok kecil orang Kristen Papua tersebut adalah ungkapan emosional teologis dan kultural saja," kata Lipiyus dalam keterangannya kepada detikcom, Senin (21/5/2018). Baca juga:
Dia menjelaskan orang-orang Kristen Papua tersebut memandang dan menggunakan lambang Bintang Daud sebagai simbol rohani saja. Sebab, bendera Bintang Daud merupakan simbol pengingat bahwa Yesus Kristus adalah keturunan Raja Daud. "Sehingga, umat Kristen sebagai pengikut Yesus yang adalah juga keturunan Raja Daud, secara tradisional juga biasa mengibarkan panji-panji Raja Daud. Dengan mengibarkan bendera Bintang Daud, mereka sebenarnya mengartikannya sebagai merayakan dan mengagungkan Yesus sebagai Anak Daud," ujarnya. Baca juga:
Lipiyus bicara panjang soal ini. Dia menguraikannya dalam dua bagian, sebagai berikut: Sekitar Hubungan Gereja dan Israel dan Masalah Pengibaran Bendera Bintang Daud di Papua Relasi antara Kekristenan, Umat Kristen dan Gereja dengan Israel merupakan relasi yang sulit untuk dipisahkan dan bersifat unik. Bagi Kekristenan, Israel merupakan bangsa pilihan dan umat perjanjian yang Allah pilih dalam PL (Kel. 19:5-6), sedangkan Gereja didirikan oleh Tuhan Yesus dan Roh Kudus dalam Perjanjian Baru setelah Israel menolak Tuhan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah (Mat. 16:18). Akan tetapi, meskipun Israel dan Gereja berbeda, namun panggilan, tugas dan misi yang Tuhan berikan kepada Israel dan Gereja (Umat Kristen) pada prinsipnya sama, yakni menjadi tangan dan alat Tuhan agar setiap suku bangsa di seluruh dunia mengenal Tuhan dan diberkati serta diselamatkan. Dalam konteks agama-agama modern sekarang ini, Kekristenan dan Yudaisme merupakan dua agama yang berbeda. Kedua agama ini memiliki sistem dogmatika tersendiri yang sudah standar dan berbeda satu dengan yang lain. Dalam konteks Indonesia yang mayoritas beragama Islam, umat Kristen, khususnya Kristen Papua, perlu menjelaskan sikap dan pandangan teologis terkait hubungan Gereja (Umat Kristen) dengan Israel. Secara umum, bagaimana pandangan teologis umat Kristen tentang hubungan antara Israel dan Gereja di masa kini? Menurut saya pribadi, Umat Kristen dan Alkitab tetap mengakui eksistensi Israel sebagai umat pilihan Allah. Alkitab tidak sedikit pun mengindikasikan bahwa status Israel sebagai umat pilihan Allah sudah berhenti (Kis. 15:14). Walaupun Israel tidak percaya dan tidak setia, ketidaksetiaan Israel tersebut tidak membatalkan kesetiaan dan pilihan Allah atas mereka (Hos. 14:5-8), sebab Allah tidak pernah mengingkari diri-Nya (Im. 26:40-45). Pada akhirnya Israel juga akan diselamatkan karena mereka bangsa pilihan, dan Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya (Rm. 11:28-30).Gereja dan Kekristenan tidak akan ada tanpa bangsa Israel. Mengenai hubungan antara Kekristenan dan Yudaisme dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada awalnya Kekristenan merupakan salah satu bagian dari Yudaisme. Dalam Kisah Para Rasul 24:5, Imam Besar Ananias menyebut Kekristenan sebagai 'sekte' Nasrani. Pada mulanya Kekristenan sebenarnya merupakan salah satu kelompok dalam Yudaisme, seperti halnya Farisi dan Saduki. Istilah 'Kristen' pertama kali digunakan di Antiokhia oleh para pengikut Kristus sendiri (Kis. 11:26; Kis. 26:28; Rm. 16:7; 1 Kor. 9:5; 2 Kor. 12:2; 1 Pet. 4:16). Akan tetapi, secara perlahan-lahan, secara teologis, Umat Kristen kemudian memahami umat pilihan Allah tidak lagi sebatas pada bangsa Israel, tetapi kepada siapapun yang percaya kepada Kristus. Amanat Agung (Mt. 28:18-20) menegaskannya. Dalam Injil dicatat bahwa Yesus menunjukkan kepatuhan-kepatuhan kepada Taurat (Mk. 1:44; 6:56; 10:19; Mt. 9:20; 14:36; Lk. 8:44; 17:14). Tetapi di sisi lain juga, Yesus terlihat meninggalkan Taurat (bdk. Mt. 5:38 dst; Mk. 10:2-9; 7:14-23). Alkitab PB dengan tegas menunjukkan bahwa "semua orang telah jatuh ke dalam dosa", sehingga batasan-batasan teritorial dan etnis umat pilihan Allah menjadi hilang. Dalam kaitan ini, ketaatan terhadap hukum-hukum Taurat pun secara perlahan-lahan memudar. Inilah yang membuat separasi atau keterpisahan antara Kekristenan Perjanjian Baru dan Yudaisme. Rasul Paulus sendiri menentang penerapan hukum Taurat yang membatasi anugerah Allah hanya pada bangsa Israel dan tertutup bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Bagi Rasul Paulus, iman adalah dasar dan sarana yang melaluinya manusia membangun relasi dengan Tuhan, dan bukan dengan melakukan Taurat (Mat. 8:4). Dalam perkembangan berikutnya, pemisahan Kekristenan dari Yudaisme terus terjadi dan semakin terasa. Rasul Paulus memisahkan murid-muridnya dari orang-orang Yahudi dan mengajar mereka di ruang kuliah Tiranus (Kis. 19:9). Tidak ada kejadian utama yang tiba-tiba memisahkan Kekristenan dari Yudaisme, melainkan pergeseran secara perlahan-lahan dan berkelanjutan yang semakin menjauhkan Kekristenan dari Yudaisme. Perang Yahudi antara tahun 66-74 yang menghancurkan segala sesuatu yang berbau otoritas keagamaan Yudaisme, termasuk Bait Suci dan kompleksnya, membuat posisi Yudaisme melemah. Orang-orang Kristen Yahudi memainkan peranan penting dalam memisahkan Kekristenan dari Yudaisme. Kebijakan para rabbi Yahudi terhadap Kekristenan sangat konfrontatif. Mereka berusaha dan berhasil memarginalisasikan orang-orang Kristen Yahudi dan mengeluarkan mereka dari ibadah-ibadah keagamaan. Mereka menyingkirkan orang Kristen dari rumah-rumah ibadah dan memaksa orang-orang Yahudi lainnya untuk mengasingkan orang-orang Kristen Yahudi dari masyarakat. Isu Pengibaran Bendera Bintang Daud di Papua Bertepatan dengan momen pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem dan peringatan HUT ke-70 Tahun Kemerdekaan Bangsa Israel, sekelompok orang Papua Kristen yang menyebut diri "Sion Kids Papua" membuat sebuah event, dengan menggerakkan sebagian masyarakat Kristen Papua, dimana seusai Ibadah di Gedung Olah Raga, mereka melakukan konvoi kendaraan di jalan-jalan, berkeliling Kota Jayapura sambil mengibarkan Bendera Israel, Bintang Daud. Hal ini tentu saja mengundang pro-kontra, kritik dan polemik dan sedikit memanaskan atmosfir politik dan geopolitik Indonesia, di tengah-tengah pergolakan konflik Israel- Palestina yang kian memanas atas Klaim kepemilikan Yerusalem dari masing-masing negara. Sejarah menunjukkan, hubungan antara bangsa Israel dengan bangsa Arab adalah "Relasi Negatif", yang sarat dengan konflik, perang, demi memperebutkan "Tanah Perjanjian" dan demi menjaga dan mempertahankan derajat, harga diri dan kehormatan, keturunan, kaum, nasion, dan iman (agama) yang telah berlangsung lebih dari 2000 tahun dan tak pernah berhenti hingga saat ini serta berdampak global. Ketika umat Islam Indonesia turun ke jalan melakukan demonstrasi memprotes tindakan Israel terhadap bangsa Palestina, maka itu bukan hal kontroversial karena sudah sering dilakukan. Dari perspektif konstitusi demonstrasi anti Israel tersebut juga "bisa dibenarkan", karena Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menentang penguasaan dan dominasi Israel atas tanah Palestina. Sebaliknya, menjadi hal kontroversial ketika sekelompok kecil orang Kristen Papua mengekspesikan simpati dan empati pada hari Ulang Tahun Israel ke-70 tersebut, dengan mengibarkan Bendera Israel, Bintang Daud. Hal ini tentu menimbulkan polemik dan kontroversial, antara lain karena Indonesia mendukung Palestina dan karena Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik. Lalu, ada apa dan apa sebenarnya yang sedang terjadi di Papua dengan pengibaran Bendera Israel, Bintang Daud tersebut? Apakah pengibaran bendera Bintang Daud tersebut itu hanya sebatas ekspresi simpatik normatif saja karena faktor teologis keagamaan (secara emosi keagamaan) atau karena politik? Menurut saya, Pengibaran Bendera Bintang Daud yang dikibarkan sekelompok kecil orang Kristen Papua tersebut adalah ungkapan emosional teologis dan kultural saja. Orang-orang Kristen Papua ini memandang dan menggunakan Lambang Bintang Daud sebagai simbol rohani saja, karena Bendera Bintang Daud merupakan simbol pengingat bahwa Yesus Kristus merupakan keturunan Raja Daud. Sehingga, umat Kristen sebagai pengikut Yesus yang adalah juga keturunan Raja Daud, secara tradisional juga biasa mengibarkan panji-panji Raja Daud. Dengan mengibarkan Bendera Bintang Daud, mereka sebenarnya mengartikannya sebagai merayakan dan mengagungkan Yesus sebagai Anak Daud. Secara teologis, Panji Bintang Daud itu amat penting bagi kelompok Kristen ini, karena merupakan simbol kemenangan Yesus, Anak Daud, atas dosa, penderitaan, kematian, sakit penyakit dan keputusasaan. Panji Bintang Daud adalah simbol pengharapan, iman dan kasih, sukacita dan damai sejahtera. Kelompok ini tidak bermaksud mengibarkan Bendera Negara Israel! Tetapi hanya mengibarkan Bendera Bintang Daud saja dalam konteks iman Kristen Oleh karena itu, Pengibaran Bendera Bintang Daud ini jangan disalahpahami sebagai Zionisme, dukungan kepada Negara Israel. Pengibaran Bendera Bintang Daud ini jangan dipolitisir, karena hanya bersifat ritual dan tradisi keagamaan Kristen yang bersifat selebrasi simbolik saja. Bagi umat Kristen, Israel merupakan tanah perjanjian bagi orang-orang Yahudi, tetapi bukan tanah perjanjian bagi orang-orang Kristen. Kami menganggap Israel modern sekarang ini lebih merupakan tempat wisata/ ziarah rohani karena memiliki tempat-tempat religius yang tercatat dalam Alkitab. Kami berpendapat, penggunaan dan pengibaran Lambang Bendera Daud dalam konteks praksis iman Kristen tidak bisa dilarang oleh pihak manapun, karena itu merupakan hak dan kebebasan beragama yang dijamin Undang-undang Dasar. Saya sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua, memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Pihak Kepolisian Daerah Papua, dalam situasi nasional dan global saat ini yang agak panas, tetap bisa menjaga keharmonisan, kerukunan dan ketertiban di Papua. Saya menghimbau jangan ada pihak pihak yang mencoba memprovokasi dan mempolitisir isu ini. Karena Papua saat ini semakin mendapat perhatian internasional. Kerukunan harmonis antar umat beragama yang sudah terjalin di Papua harus terus dikembangkan dan dipelihara. Itu salah satu modal dasar bagi kemajuan Papua, dan Indonesia. Saya juga mengimbau agar masalah agama jangan dipolitisir dan dijadikan sebagai alat pemecah belah antar anak bangsa.( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : news.detik Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Harga minyak turun tipis pada awal perdagangan hari Senin ini (14/Mei), karena peningkatan aktivitas pengeboran migas di Amerika Serikat mengarah pada peningkatan suplai minyak global. Sementara itu, berbagai negara menyatakan penolakan atas keputusan AS untuk menjatuhkan sanksi atas Iran.
Baca Juga :
Tolak Sanksi AS Atas IranHarga minyak sempat mencapai level tertinggi sejak November 2014 pada minggu lalu di tengah meningkatnya ketegangan terkait sikap AS terhadap perjanjian nuklir Iran, tetapi mulai melandai pada akhir pekan hingga perdagangan Senin ini. Saat berita ditulis, harga minyak mentah tipe Brent tertahan pada harga pembukaan USD76.95 per barel; sedangkan WTI tertekan lagi ke USD70.47, setelah anjlok tajam dari level high USD71.61 pada akhir Jumat lalu . Pengumuman Presiden Donald Trump mengenai penarikan AS dari perjanjian nuklir Iran dan rencana penerapan sanksi ekonomi kembali, dipandang sebagai tindakan tak adil karena Iran telah melaksanakan semua kewajibannya sesuai tercantum dalam perjanjian. Karenanya, setelah AS menarik diri dari perjanjian nuklir Iran, negara-negara lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut menyatakan akan tetap menghormati kesepakatan terdahulu. Selisih pendapat tersebut membuat AS balas mengancam akan mengenakan penalti pada perusahaan-perusahaan yang berani berhubungan dengan Iran. Namun, negara-negara lain justru bersikap terang-terangan menentang. "Sekitar satu juta barel per hari akan hilang dari pasar minyak global, jika sanksi AS atas Iran berdampak," kata Greg McKenna, pimpinan strategi pasar di AxiTrader, pada Reuters, "Namun, masih belum pasti (sanksi) akan menunjukkan dampak sesuai yang diinginkan... Jerman telah menyatakan akan melindungi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS. Iran mengatakan perusahaan raksasa Total asal Prancis belum menarik diri dari ladang-ladang minyaknya. Dan sepertinya China siap mengisi kekosongan yang diciptakan oleh (keluarnya perusahaan-perusahaan) AS di Iran." Baca Juga :
Kenaikan Harga Minyak DiragukanSelain karena melonggarnya tekanan kekhawatiran akan dampak sanksi ekonomi AS atas Iran, laju harga minyak juga ditahan oleh kenaikan jumlah pengeboran minyak di Amerika Serikat. Menurut laporan Baker Hughes, ada penambahan 10 rigs di negeri Paman Sam dalam periode sepekan yang berakhir pada tanggal 11 Mei, sehingga total mencapai 844. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Maret 2015. Dalam laporan terbaru Commodity Futures Trading Commission (CFTC), nampak pula bahwa pertaruhan bullish spekulan pada minyak merosot ke level terendah dalam lima bulan. Hal ini mengindikasikan para pelaku pasar mulai meragukan kenaikan harga minyak lebih lanjut. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Kekuatan Dolar AS mulai mengendur, meski masih bertengger di level tinggi lima bulan terhadap mata uang-mata uang mayor di sesi perdagangan Rabu (16/Mei) sore ini. Kenaikan yield obligasi 10-tahunan US Treasury ke atas 3 persen tadi malam kembali memantik reli Dolar AS yang sempat loyo awal pekan ini.
Baca Juga :
Indeks Dolar (DXY) yang mengukur kekuatan Greenback terhadap enam mata uang mayor, mengalami kenaikan 0.06 persen ke level 93.20 pagi tadi. Sebelumnya, indeks Dolar bahkan sempat menyentuh level 93.32 yang menjadi level tertinggi sepanjang tahun ini. Dolar AS mendapat dorongan untuk menguat sejak pertengahan April lalu, dari meredanya gejolak di semenanjung Korea. Selain itu, hubungan dagang antara AS dan China yang mulai bisa dinegosiasikan sukses memudarkan potensi perang dagang. Para investor pun dapat fokus untuk mengambil keuntungan dari yield obligasi pemerintah AS. Seberapa Kuat Ekuitas Menahan Lonjakan Yield ObligasiMeski demikian, saat berita ini ditulis di sesi Eropa, mata uang-mata uang rival Dolar AS telah tampak sedikit menguat. USD/JPY diperdagangkan pada posisi 110.38, sedikit melandai dari puncak 110.45 yang tercapai di awal sesi. Sedangkan EUR/USD diperdagangkan pada angka 1.1850, membaik dari level 1.1820 yang tercapai pagi tadi. Baca Juga :
Lonjakan yield obligasi US Treasury bukannya tanpa dampak buruk. Pasar ekuitas dan saham-saham Wall Street dilanda kemerosotan signifikan gara-gara itu. Di sini, Yen akan bertindak sebagai mata uang safe haven yang memiliki kemungkinan untuk kebanjiran permintaan, jika pasar ekuitas terus memerah. "Fokus berikutnya adalah seberapa jauh kenaikan level yield obligasi dapat ditahan oleh ekuitas," tutur Ishikawa. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Euro turun dan kembali mendekati level rendah 4 bulan terhadap Dolar AS di Selasa (15/Mei) sore ini. Penyebabnya adalah data pertumbuhan ekonomi Jerman yang lebih rendah daripada ekspektasi. Selain itu, penguatan Dolar AS akibat kenaikan imbal hasil obligasi US Treasury juga membantu menekan Euro.
Baca Juga :
Pertumbuhan GDP Jerman Melambat Ekspansi ekonomi Jerman, negara ekonomi terkuat Zona Euro, berlanjut di tahun 2018 ini. Namun, pertumbuhan GDP-nya tercatat melambat sehingga mengecewakan pihak yang mengharapkan penguatan. Kendati demikian, pemerintah Jerman belum merasa perlu untuk waspada. Destatis melaporkan, GDP Jerman untuk kuartal pertama hanya tumbuh 0.3 persen, sedikit di bawah eksepektasi kenaikan sebanyak 0.4 persen.Angka tersebut merosot dibandingkan dengan GDP Jerman pada kuartal akhir tahun 2017 yang mencapai 0.6 persen. Baca Juga :
Meski demikian, Destatis mengatakan: "Perekonomian Jerman terus tumbuh di awal tahun ini, walaupun dengan laju yang melambat." Perlambatan tersebut dipicu oleh perdagangan mancanegara yang kurang dinamis akibat penurunan di sektor ekspor dan impor secara bersamaan di kuartal sebelumnya. Belanja pemerintah Jerman juga menurun untuk pertama kalinya sejak lima tahun terakhir, sehingga menyeret turun pertumbuhan. Akan tetapi, investasi modal mengalami kenaikan di kuartal pertama. Ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan masih mau berinvestasi di Jerman, khususnya di sektor equipment dan pabrik. Konsumsi domestik pun tercatat berkontribusi baik bagi ekonomi Jerman. Dari data tersebut, para pengamat menarik kesimpulan bahwa ekonomi Jerman memang tetap tumbuh meski tengah kehilangan momentum. Ada pula yang mengaitkan kondisi ini dengan kekhawatiran akan perang dagang semenjak Donald Trump menerapkan bea impor baja dan alumunium. Meski Euro Menurun, Potensi Penguatan Masih AdaMenyusul rilis data tersebut, EUR/USD melemah dengan diperdagangkan pada kisaran 1.1923, dari sebelumnya di posisi 1.1932. Sedangkan EUR/GBP menurun ke angka 0.879 dari sebelumnya di 0.881. EUR/USD kemarin menguat setelah salah seorang pejabat ECB, Francois Villeroy de Galhau, mengatakan bahwa ECB dapat memberikan petunjuk baru mengenai kenaikan suku bunga ECB untuk pertama kalinya setelah kebijakan moneter longgar diakhiri. Menurut para analis, hal inilah yang berpotensi membuat Euro akan menguat dalam beberapa waktu ke depan dan mengalahkan penguatan Dolar AS saat ini. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
|
Archives
September 2021
Categories |