Rifan Financindo - Jakarta Setelah lebih dari dua dekade tak memproduksi film, Perum Produksi Film Negara (PFN) akhirnya kembali meramaikan industri perfilman Tanah Air. PFN baru meluncurkan layar lebar teranyarnya pada Maret 2019 kemarin.
Direktur Utama PFN Mohamad Abduh Aziz mengatakan saat ini industri film memang sedang berkembang. Hal itu juga lah yang melatarbelakangi PFN untuk kembali memproduksi film. Meski sedang berkembang, kata Abduh, sayangnya infrastruktur perfilman di Indonesia masih terbatas. Sebut saja tentang Bioskop yang jumlahnya masih rendah dibanding penduduk masyarakat Indonesia. "Kalau kita lihat bioskop sekarang ini masih di bawah 2.000 layar di seluruh Indonesia. Dan paling banyak di Jabodetabek, hampir 60%. Nah Indonesia ini kan luasnya luar biasa, jumlah kabupaten/kotanya saja ada 515. Kalau 1 kabupaten butuh 10 bioskop kan artinya kita butuh 5.000 layar. Sekarang baru 2.000," kata Abduh kepada detikFinance, Jakarta, Senin (8/4/2019). Menurut Abduh, pembangunan jaringan bioskop tersebut menjadi peluang bisnis yang positif karena belum ada yang menggarap secara maksimal. Bukan tak mungkin PFN juga berencana untuk membuka peluang tersebut. "Iya kalau perlu. Harus ada jaringan bioskop baru. Selama ini kan baru XXI, Cinemax, CGV. Tiga itu saja digabungin masih di bawah 2.000. Artinya kan ini balik lagi soal akses. Akses warga negara Indonesia terhadap tontonan juga harus diperhatikan," katanya. Baca Juga :
"Kalau selama ini terkonsentrasi di kota-kota besar. Kalau kita masuk ke jaringan ke tingkat kecamatan saja, satu kecamatan satu bioskop saja, ini paling nggak jumlahnya sekitar 6.300-an kita butuh," sambung Abduh. Pembangunan jaringan bioskop, kata Abduh, diperlukan agar film-film nasional bisa bersaing dengan film luar. Bukan cuma itu, dengan dibukanya jaringan bioskop baru juga maka industri perfilman juga otomatis bisa ikut mendorong perekonomian nasional lebih tinggi. "Artinya PFN juga harus memikirkan celah itu, dia hadir dalam industri ini kemudian coba lihat peta industrinya seperti apa, cela-celah apa yang sebenarnya butuh diintervensi. Sehingga itu mestinya jauh lebih sehat. Kalau sekarang nggak sehat, kita berebut layar dengan bioskop," ucapnya. "Nah sekarang kan problemnya kita belum lihat juga nih angka produksinya naik terus, pertumbuhan layarnya terbatas, lama-lama kan bottleneck juga. Belum adanya persaingan dengan film luar. Jadi saya sih melihat bahwa ini masa depannya luar biasa, cuma kalau nggak segera dibenahi sekarang, nanti backfire juga, gitu," sambungnya. Karenanya, Abduh mengatakan, untuk bisa merealisasikan itu semua maka industri perfilman nasional ini masih membutuhkan perhatian pemerintah. Pemerintah perlu mendorong industri ini agar bisa lebih maju dan berkembang. "Jadi saya kira memang negara atau pemerintah ini harus melihat ini bisnis yang strategis, sehingga sebagai BUMN kita ada semacam perhatian untuk segera membantu PFN untuk lebih cepat, dengan PMN saya kira dia bisa lebih cepat lepas landasnya," tutur Abduh.( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : finance.detik
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
September 2021
Categories |