Rifan Financindo - Jakarta Layanan e-wallet OVO akan mengenakan biaya isi ulang sebesar Rp 1.000 setiap transaksi pada 2 Maret 2020 mendatang. Penerapan biaya ini dilakukan agar bisnis bisa berkesinambungan. Pihak OVO menyebut meskipun menerapkan biaya tersebut masih ada biaya-biaya lain yang ditanggung oleh OVO.
Presiden Direktur Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan biaya Rp 1.000 merupakan angka yang kompetitif dibandingkan dengan penyedia layanan yang lain. Dia berupaya untuk membuat biayanya tetap terjangkau meskipun masih ada biaya yang ditanggung oleh perusahaan. "Kami itu di-charge oleh bank, perusahaan switching dan sebagainya. Nah Rp 1.000 ini, saya ingin tekankan kami nggak ambil untung sama sekali, nggak ambil profit," kata Karaniya kepada detikcom, Minggu (26/1/2020). Karaniya menyebut dalam menghadirkan layanan top up ini, OVO bekerja sama dengan berbagai mitra seperti bank, penyelenggara switching, dan merchant di mana OVO sebagai perusahaan dikenakan biaya. Jadi, biaya top up ini diterapkan semata untuk mengurangi beban operasional dan infrastruktur. Baca Juga :
meskipun ada biaya Rp 1.000 setiap kali isi ulang ada sejumlah komponen biaya yang masih harus ditanggung oleh OVO. "Kasarnya saya nggak ambil untung, ini hanya untuk mengurangi biaya saja," jelas dia. Menurut dia, setiap menjalankan bisnis harus ada edukasi, growing market dan harus tumbuh sebagai bisnis yang sehat. "Rp 1.000 itu kalau dibandingkan itu kompetitif dan sangat murah dibanding biaya serupa lainnya. Tapi tujuannya kita harus mulai menuju ke bisnis yang suatu saat bisa profit," imbuh dia. Saat ini, Karaniya menyebut fintech berhasil mendemokratisasi industri keuangan yang dulu sangat elit. Dengan fintech, transaksi bisa lebih murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Langkah ini ditempuh, sesuai dengan arahan regulator kepada semua penyelenggara fintech untuk mulai mewujudkan model bisnis yang stabil dan berkelanjutan. Dengan demikian, OVO dan para penyelenggara e-wallet lainnya dapat terus melakukan edukasi dan mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan sejak pertama kali didirikan OVO belum pernah sama sekali mengenakan biaya kepada pengguna. Memang, hal ini dilakukan karena perusahaan masih fokus dalam mengedukasi masyarakat. "Sejak pertama berdiri kita belum pernah kenakan charge kan. Ya ini kan pasarnya memang baru, dua tahun lalu orang belum kenal apa itu e-wallet," kata Karaniya kepada detikcom, Minggu (26/1/2020). Dia mengungkapkan, layanan uang elektronik dan e-wallet ini sejatinya memudahkan masyarakat. Selain itu biaya yang dibebankan juga lebih murah jika dibandingkan dengan cash. Presdir OVO Karaniya Dharmasaputra Foto: Presdir OVO Karaniya Dharmasaputra (Sylke Febrina-detikcom)Menurut dia, setiap transaksi keuangan yang terjadi di fintech seperti OVO, baik pembayaran, isi ulang sampai pengiriman uang ada backbone yang bekerja. "Ada infrastruktur dan kita juga kerja sama dengan mitra, ini pasti ada biayanya. Selama ini, karena untuk kepentingan edukasi, cost-nya kami yang tanggung. Sekarang, masyarakat sudah teredukasi, dan regulator mengharapkan fintech bisa jadi bisnis yang sehat dan tumbuh. Karena itulah kita mulai kenakan charge," imbuh dia. Dia menjelaskan, biaya ini sangatlah kompetitif, dan merupakan bentuk komitmen OVO untuk terus mendukung sistem pembayaran digital Indonesia yang inklusif dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sekaligus tetap memastikan kualitas layanan yang terpercaya dan aman bagi pengguna. Pengenaan biaya top up ini juga sebelumnya telah dilakukan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran elektronik (e-money dan e-wallet) lain. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : finance.detik
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
September 2021
Categories |