RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Dolar AS melemah terhadap Euro dan Pound di sesi perdagangan Senin (10/Sep) malam ini, sehubungan dengan perkembangan positif terbaru isu Brexit. Pejabat penting urusan Brexit dari Uni Eropa, Michel Barnier, mengungkapkan bahwa kesepakatan Brexit dapat tercapai dalam beberapa pekan ke depan.
Baca juga:
Dalam sebuah konferensi di Bled, Slovenia, malam ini, Michel Barnier mengatakan bahwa kesepakatan Brexit perlu dicapai di awal November. Di dalam kesepakatan itu, nantinya akan ada beberapa isu penting yang masih membutuhkan perhatian. "Kami harus memecahkan masalah Irlandia dan beberapa hal lain dalam enam sampai delapan minggu ke depan," kata Barnier. Dengan kata lain, Barnier mengatakan bahwa kesepakatan Brexit realistis dan bukan tak mungkin dapat tercapai dalam kurun waktu tersebut. Investor Tinggalkan Safe Haven, Dolar MelemahPandangan yang positif terhadap Brexit mengurangi minat para investor untuk memiliki Dolar AS sebagai safe haven. Indeks Dolar (DXY) yang mengukur kekuatan Dolar AS terhadap enam mata uang mayor, turun drastis ke level 95.0 setelah pernyataan Branier. Sebelumnya, indeks mata uang ini mengalami kenaikan hingga hampir menembus level 95.5. Baca juga:
Sementara itu, GBP/USD naik dari level rendah 1.290 ke level tinggi 1.302 hanya dalam kurun waktu dua jam. Sedangkan EUR/USD naik dari level 1.1533 ke level 1.1605. "Bear Sterling telah keluar. Euro juga mendapatkan penguatan karena orang-orang melompat ke sentimen minat risiko," kata Dean Popplewell, wakil presiden analisis pasar di OANDA Toronto. Sebelum pelemahan ini, Dolar AS sempat menguat di akhir pekan kemarin, didukung oleh apiknya laporan NFP AS dan kekhawatiran terhadap kondisi pasar negara berkembang. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka )Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
0 Comments
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Harga minyak tersungkur lagi pada hari Senin (13/Agustus) karena meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar akan penurunan permintaan atas komoditas energi. Data menunjukkan bahwa inventori di pusat pengiriman minyak mentah AS mengalami peningkatan, sementara negara-negara berkembang terancam terkena imbas krisis Turki.
Harga minyak mentah Brent sempat anjlok hingga USD71.07 kemarin, meskipun hari ini (14/Agustus) telah beranjak ke USD72.84 per barel. Di sisi lain, West Texas Intermediate (WTI) merosot hingga USD65.74, sebelum merangkak naik lagi ke USD67.49 saat berita ini ditulis. Baca juga:
Permintaan Minyak Dikhawatirkan MenurunData dari perusahaan riset Genscape yang dirilis pada hari Senin menunjukkan bahwa inventori minyak di Cushing, Oklahoma, Amerika Serikat, meningkat sekitar 1.7 juta barel dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 10 Agustus. Peningkatan tersebut boleh jadi berhubungan dengan kembali aktifnya aliran minyak dari Syncrude, Kanada secara bertahap; tetapi pasar juga mengkhawatirkan serapan konsumsi BBM yang terindikasi melambat. Selain itu, risiko dampak krisis finansial Turki telah meluas ke seluruh negara-negara berkembang. Hal ini nampak dari anjloknya nilai tukar Rand Afrika Selatan, Peso Meksiko, dan Rubel Rusia. Ke depan, krisis finansial tersebut dikhawatirkan juga bakal menyeret pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak di tengah sengitnya perang dagang. (Baca juga: Harga Minyak Merosot Akibat Konflik Dagang AS-China) Baca juga:
Krisis Turki Bisa Seret Negara-Negara BerkembangKonsumsi minyak Turki hanya sekitar 1 juta barel per hari (bph), atau kurang lebih 1 persen dari permintaan minyak global. Namun, risiko penularan krisisnya cukup besar. Ole Sloth Hansen, pimpinan pakar strategi komoditi di Saxo Bank A/S mengatakan pada Financial Post, "Risiko kunci pada minyak adalah risiko penularan (krisis Turki) pada negara-negara berkembang lain, khususnya yang berkontribusi besar pada pertumbuhan permintaan (atas minyak)... Trader pasti akan memantau Turki untuk (melihat) upaya mengatasi situasi ini dan menghadirkan solusi yang baik." Menurut Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, sebagaimana dikutip oleh Reuters, "Kompleks energi terus menerus diguncang oleh headline baru setiap hari yang tidak punya dampak besar pada suplai saat ini maupun permintaan dalam jangka pendek; tetapi bisa secara dramatis memengaruhi keseimbangan minyak dalam beberapa bulan ke depan." Nick Cunningham dari OilPrice.com juga mencatat bahwa harga minyak dalam mata uang lokal di Turki, Afrika Selatan, India, dan Indonesia, sudah berada setara atau lebih tinggi dari rekor yang tercapai tahun 2008. Jika krisis Turki menyeret negara-negara berkembang lainnya, maka harga produk-produk minyak akan menjadi jauh lebih mahal bagi banyak orang, sehingga mengakibatkan perlambatan permintaan global secara signifikan. Proyeksi penurunan permintaan disampaikan pula oleh OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Dalam laporan bulanannya, kartel minyak tersebut memperkirakan permintaan global pada 15 negara anggotanya di tahun 2019 hanya akan mencapai 32.05 juta bph; menurun 130,000 bph dari proyeksi yang dirilis bulan lalu. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Dolar Selandia Baru (NZD) terus mencatatkan penurunan untuk lima sesi perdagangan secara beruntun. Hal ini terjadi di tengah gejolak yang timbul pada pasar negara berkembang (Emerging Market), yang dipicu oleh potensi perang dagang antara AS terhadap negara negara mitra dagangnya.
Baca juga:
Gejolak yang muncul di pasar negara berkembang sangat dirasakan sejak awal pekan ini, saat berbagai mata uang seperti Rupiah dan Rupee India terperosok menuju level paling rendah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Rontoknya nilai mata uang juga terjadi pada Lira Turki dan Peso Argentina. Selain itu, muncul pula kabar dari Afrika Selatan yang untuk pertama kalinya memasuki resesi ekonomi dalam sembilan tahun. Hal ini memicu semakin tingginya kekhawatiran global. Baca juga:
Aksi Beli Dolar AS Kian Masif Jelang Keputusan TrumpKokohnya perekonomian Negeri Paman Sam dan perang dagang antara AS-China berdampak negatif bagi negara berkembang. Hal tersebut menimbulkan kepanikan dan memicu aksi beli Dolar AS masif, sebagai bentuk antisipasi jelang pengumuman Presiden Donald Trump tentang bea impor baru, senilai $200 miliar terhadap barang barang China. Ketidakpastian yang terjadi di pasar negara berkembang turut menyeret NZD/USD turun menuju level paling rendah 2.5 tahun pada 0.653. Pada saat berita ini ditulis, Dolar Selandia Baru sedikit terangkat dan diperdagangkan di kisaran 0.6547. Selain terhadap Dolar AS, NZD juga terpantau melemah terhadap Franc Swiss dan Yen yang berstatus mata uang safe haven. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Pertanyaan di atas umum dilontarkan oleh orang ketika pertama kali ingin berinvestasi Forex, Emas atau Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) di perusahaan pialang. Wajar, karena citra perusahaan investasi ini belum sebening lembaga investasi lainnya.
Selain minim pengetahuan di masyarakat, maraknya kasus penipuan yang dilakukan oleh banyak perusahaan pialang nakal kian menambah muram industri ini. Syukurnya, gebrakan positif telah dimulai lewat edukasi yang salah satunya di prakarsai oleh PT Rifan Financindo Berjangka (RFB). Baca juga:
Perusahaan pialang terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2000 ini menginisiasi kegiatan edukasi bersama dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI) kepada para jurnalis yang dimulai di enam kota besar sejak tahun 2017 hingga sekarang. Enam kota tersebut meliputi : Medan, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta. Langkah Rifan Financindo Berjangka terbilang tepat, karena media sebagai corong informasi masyarakat diajak memahami seluk beluk perusahaan pialang yang legal dan illegal termasuk risiko dan keuntungan pasar pada produk derivatif industri Perdagangan Berjangka Komoditi. Alhasil, dengan dukungan pemberitaan positif dan edukatif tentang industri PBK dan pengenalan pialang yang aman untuk berinvestasi, perlahan-lahan tingkat literasi masyarakat pun meningkat. Baca juga:
Kembali kepada pertanyaan di atas, Amankah Berinvestasi di Perusahaan Pialang? Jawabnya sudah pasti aman, asalkan Anda memperhatikan tiga hal berikut. Pertama cek perijinan perusahaan pialang Anda. Perusahaan pialang yang legal seperti PT Rifan Financindo Berjangka terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai lembaga pengawas resmi dari pemerintah dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI), yang berfungsi sebagai pengawas segregated account pialang, transaksi kliring, dan penunjuk bank tempat penyimpanan. Setiap pialang yang resmi, ada aturan informasi SITNA (sistem informasi transaksi nasabah), yang menggunakan sistem KBI. Dengan sistem SITNA, setiap nasabah bisa memantau transaksinya. Kemudian dari regulasi di Bursa Berjangka, yang menjadi pasar untuk melakukan transaksi juga semakin diperketat, guna menghindari terjadinya pencucian uang. Hal kedua yang harus Anda cermati ketika berinvestasi di perusahaan pialang adalah mekanisme transaksi. Ciri pialang yang legal adalah selalu meminta nasabah untuk menyetor dana ke segregated account, dan jangan termakan iming-iming bebas charge. Perusahaan pialang yang legal dengan izin resmi dari pemerintah akan menginformasikan charge sesuai peraturan yang berlaku yang dibebankan kepada nasabah. Terakhir, atau ketiga adalah sebagai pelaku investasi, Anda harus sadar risiko. Potensi loss dan profit pada produk investasi berjangka selalu berbanding lurus, atau high risk, high return. Oleh karena itu, Anda harus lebih berhati-hati dan selalu mendengarkan Wakil Pialang Berjangka (WPB) Anda, ini penting meski Anda yang menjadi pemain utamanya. Demikian tiga hal yang harus diperhatikan agar investasi Anda aman di perusahaan pialang manapun yang Anda pilih nanti. Selamat berinvestasi. (AD/RFB) ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan financindo Sumber :Rifan financindo Pekanbaru Baca juga :
Sumber gambar : Walletinvestor.com PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU | Iran Kena Sanksi, Harga Minyak Bertahan Pada USD65-80 Per Barel9/4/2018 PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Harga minyak global cenderung stabil pada hari Kamis, didukung oleh penurunan suplai dari Iran menjelang penerapan sanksi Amerika Serikat. Namun demikian, dari perspektif fundamental, kenaikan harga minyak dihalangi oleh peningkatan produksi minyak di negara-negara produsen non-OPEC. Saat berita ditulis, harga minyak mentah Brent berada di kisaran USD75.90 per barel setelah menanjak tinggi sejak pertengahan bulan Agustus; sedangkan WTI (US OIL) diperdagangkan di sekitar USD68.52 per barel.
Baca juga:
Sanksi Amerika Serikat atas Iran akan mulai diberlakukan di sektor migas mulai bulan November. Washington telah mengancam akan mengenakan penalti bagi pihak manapun yang masih berani mengimpor minyak dari Iran. Walaupun sejumlah negara seperti China telah menentang langkah tersebut dan bersikukuh tetap bermitra dengan Iran, tetapi sebagian calon konsumen minyak lainnya telah mengurangi pembelian mereka. Menurut laporan Reuters, meski Teheran menawarkan diskon besar-besaran, total volume produk minyak yang dimuat di Iran pada bulan ini hanya sebesar 64 juta barel, atau 2.06 juta barel per hari (bph). Padahal, total volume tertinggi sebelumnya di bulan April mencapai 92.8 juta barel, atau 3.09 bph. Baca juga:
Produksi Minyak Non-OPEC Gantikan IranTerlepas dari ini, analis dari Bank of America Merrill Lynch memprediksikan suplai global bisa mengalami peningkatan menjelang akhir tahun. "Mendekati kuartal IV/2018, kami mengekspektasikan produksi minyak non-OPEC serta berbagai masalah suplai berkurang, sementara proyek-proyek baru digiatkan," ungkap mereka pada sebuah catatan untuk klien, "Saat ini suplai non-OPEC terpangkas 730,000 bph, (pemangkasan) terbesar dalam 15 bulan. Namun, nyaris setengah dari jumlah tersebut sedang dalam proses untuk kembali normal." Menurut para pakar di bank investasi multinasional tersebut, produksi baru di Kanada, Brazil, dan Amerika Serikat, akan mampu "menjinakkan" tekanan-tekanan yang mendorong harga minyak Brent naik dalam semester kedua tahun ini. Mereka juga mengekspektasikan harga minyak Brent akan mencapai kisaran USD65-80 per barel hingga sanksi Iran mulai terasa dampaknya pada paruh pertama tahun 2019 mendatang. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Pada sesi perdagangan hari Jumat (31/8) pagi ini, Dolar Selandia Baru berpotensi melanjutkan tren bearish terhadap Dolar AS. Penurunan tajam NZD/USD terjadi setelah hasil rilis tingkat Kepercayaan Bisnis Selandia Baru yang kian merosot. Penurunan Dolar NZ kemarin mencapai 0.8 persen pasca rilis data tersebut. Hasil buruk Kepercayaan Bisnis berdampak sangat besar terhadap NZD/USD, karena hal itu menunjukkan lesunya optimisme di sektor bisnis, dan memicu Outlook pemotongan suku bunga oleh bank sentral.
Baca juga:
NZD/USD Masih Terus MelemahDolar Selandia Baru sempat naik di awal pekan ini dan bertahan di atas level 0.67 terhadap Dolar AS. Namun setelah rilis Kepercayaan Bisnis kemarin, NZD akhirnya gagal mendapatkan momentum untuk melanjutkan reli. Dolar NZ bahkan terperosok hingga berada di bawah level 0.67, dan berpotensi turun hingga ke level 0.65 jika sentimen bearish masih bertahan hingga penutupan sesi di hari ini. Saat berita ini ditulis, NZD/USD masih terus melemah di kisaran 0.6638. Kepercayaan Bisnis NZ Berdampak Pada Prospek Suku Bunga RBNZ Survei Kepercayaan Bisnis ANZ pada hari Kamis kemarin menunjukan penurunan sebanyak lima poin ke level -50.3 persen, jauh lebih buruk dibandingkan rilis data sebelumnya yang sebesar -44.9 persen. Hasil survei itu juga memperkirakan kondisi bisnis akan memburuk di tahun mendatang. Baca juga:
"Jika perlemahan (kepercayaan bisnis) ini semakin berlanjut untuk bulan-bulan mendatang, itu akan menjadi pertanda buruk bagi pertumbuhan GDP Selandia Baru menuju akhir tahun 2018," kata Kepala Ekonom Bank ANZ, Sharon Zollner. Buruknya rilis terbaru data Kepercayaan Bisnis Selandia Baru telah meningkatkan prospek kemungkinan RBNZ (bank sentral Selandia Baru) untuk melakukan pemotongan suku bunga lanjutan. Menurut data perkiraan para pelaku pasar saat ini, probabilitas pemotongan suku bunga RBNZ naik dari 30 persen ke 40 persen. Menurut Imre Speizer, kepala strategi FX di Westpac Banking Corp, RBNZ telah mengatakan bahwa pertumbuhan yang lebih rendah dapat memicu penurunan suku bunga. Nah, Kepercayaan Bisnis yang terus melemah dalam hal ini bisa menjadi peringatan atas proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih mengkhawatirkan. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
|
Archives
September 2021
Categories |