Rifanfinancindo - Harga minyak turun pada hari Jumat (5/April), terdampak oleh kekhawatiran investor terhadap prospek pembicaraan AS-China yang diadakan untuk mengakhiri perang dagang sejak tahun lalu. Hal ini tercermin dari pergerakan minyak Brent yang berada di kisaran $69.70 per barel, lebih rendah dari level penutupan sesi sebelumnya pada harga $69.77 per barel. Minyak Brent diketahui merosot sebesar 1.3 persen dari level tertinggi hari Kamis yang sempat menyentuh $70 per barel.
Sementara itu, penurunan serupa juga dialami minyak WTI (West Texas Intermediate), yang saat ini diperdagangkan pada level $61.87 per barel. Dibandingkan dengan level tertinggi sesi sebelumnya, minyak WTI telah merosot sebanyak 1.26 persen. Baca Juga :
Pernyataan Trump Terkait Perdagangan AS-ChinaPada hari Kamis (4/April) kemarin, Presiden Trump mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan dengan China semakin dekat dan diperkirakan akan tercapai dalam waktu sekitar 4 minggu. Tetapi dalam pernyataannya, Trump juga menyinggung persoalan penting seperti pencurian kekayaan intelektual seperti yang selama ini dituduhkan AS kepada China. Menanggapi ujaran Trump soal perkembangan terbaru pada pembicaraan dagang AS-China, ekonom berpendapat bahwa pertemuan kedua belah pihak di Washington kemarin belum menemukan solusi menyangkut poin penting seperti pencurian kekayaan intelektual dan pemindahan paksa teknologi dari perusahaan AS yang berinvestasi di China. "Kesepakatan pada bulan April sepertinya tidak mungkin terjadi, meskipun telah muncul komentar dari kedua belah pihak tentang seberapa baik negosiasi berlangsung. Tampaknya, perbedaan pendapat masih membayangi pembicaraan perdagangan AS-China, terutama menyangkut poin-poin penting seperti pencurian kekayaan intelektual," kata Alfonso Esparza, analis pasar senior OANDA dalam sebuah catatan. Esparza juga menyoroti tentang belum adanya dorongan permintaan minyak ke depan, setelah proses negosiasi perdagangan AS dan China berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Perlu diketahui, reli bullish harga minyak sejak awal tahun ini dipicu oleh pengetatan pasokan dari OPEC bersama negara mitra, sanksi AS kepada Iran dan Venezuela, dan optimisme pasar terhadap rebound ekonomi China. Jika negoasiasi AS-China kembali menemui ganjalan, maka hal ini bisa berakibat buruk bagi perekonomian Negeri Tirai Bambu yang saat ini masih berjuang memulihkan diri. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex
0 Comments
Rifan Financindo - Harga minyak turun pada hari Jumat (5/April), terdampak oleh kekhawatiran investor terhadap prospek pembicaraan AS-China yang diadakan untuk mengakhiri perang dagang sejak tahun lalu. Hal ini tercermin dari pergerakan minyak Brent yang berada di kisaran $69.70 per barel, lebih rendah dari level penutupan sesi sebelumnya pada harga $69.77 per barel. Minyak Brent diketahui merosot sebesar 1.3 persen dari level tertinggi hari Kamis yang sempat menyentuh $70 per barel.
Sementara itu, penurunan serupa juga dialami minyak WTI (West Texas Intermediate), yang saat ini diperdagangkan pada level $61.87 per barel. Dibandingkan dengan level tertinggi sesi sebelumnya, minyak WTI telah merosot sebanyak 1.26 persen. Baca Juga :
Pada hari Kamis (4/April) kemarin, Presiden Trump mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan dengan China semakin dekat dan diperkirakan akan tercapai dalam waktu sekitar 4 minggu. Tetapi dalam pernyataannya, Trump juga menyinggung persoalan penting seperti pencurian kekayaan intelektual seperti yang selama ini dituduhkan AS kepada China. Menanggapi ujaran Trump soal perkembangan terbaru pada pembicaraan dagang AS-China, ekonom berpendapat bahwa pertemuan kedua belah pihak di Washington kemarin belum menemukan solusi menyangkut poin penting seperti pencurian kekayaan intelektual dan pemindahan paksa teknologi dari perusahaan AS yang berinvestasi di China. "Kesepakatan pada bulan April sepertinya tidak mungkin terjadi, meskipun telah muncul komentar dari kedua belah pihak tentang seberapa baik negosiasi berlangsung. Tampaknya, perbedaan pendapat masih membayangi pembicaraan perdagangan AS-China, terutama menyangkut poin-poin penting seperti pencurian kekayaan intelektual," kata Alfonso Esparza, analis pasar senior OANDA dalam sebuah catatan. Esparza juga menyoroti tentang belum adanya dorongan permintaan minyak ke depan, setelah proses negosiasi perdagangan AS dan China berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Perlu diketahui, reli bullish harga minyak sejak awal tahun ini dipicu oleh pengetatan pasokan dari OPEC bersama negara mitra, sanksi AS kepada Iran dan Venezuela, dan optimisme pasar terhadap rebound ekonomi China. Jika negoasiasi AS-China kembali menemui ganjalan, maka hal ini bisa berakibat buruk bagi perekonomian Negeri Tirai Bambu yang saat ini masih berjuang memulihkan diri. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo - Dilaporkan oleh Census Bureau Amerika Serikat, Durable Goods Orders jeblok ke -1.6 persen di bulan Februari 2019. Angka pada bulan Februari tersebut lebih rendah daripada ekspektasi penurunan ke -1.1 persen. Padahal sebelumnya, pertumbuhan Durable Goods Orders AS juga sudah tipis di 0.1 persen saja.
Baca Juga :
"Durable Goods Orders AS terkontraksi pada bulan Februari, setelah mengalami kenaikan tipis di awal tahun ini," kata Katherine Judge, ekonom di CIBC Capital Markets. "(Namun) Core Capital Goods masih mengimplikasikan bahwa investasi bisnis di kuartal satu akan tumbuh dalam laju relatif sedang," lanjut ekonom tersebut. Dolar AS MelemahMenyusul laporan tersebut, Indeks Dolar AS (DXY) melemah. Hingga berita ini ditulis, DXY turun 0.03 persen ke 97.3 dalam time frame 4 jam. Selain karena data ekonomi, pergerakan Dolar AS dan mata uang-mata uang mayor kini juga dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral yang beralih dovish. Menurut analis forex dari TD Securities, dengan latar belakang perubahan arah kebijakan moneter bank-bank sentral yang dramatis dalam beberapa pekan terakhir, beragam mata uang mayor berlomba-lomba turun. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo, Rifanfinancindo, Rifan Financindo Rifanfinancindo - Batam Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) tetap berlaku di Batam. JK beralasan yang perlu dibenahi di Batam adalah dualisme pengelolaan bukan peralihan dari FTZ ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). "FTZ itu tidak jauh beda dengan KEK, namun demikian saya ingin katakan kita tetap berprinsip bahwa FTZ berlaku untuk Batam tidak akan diubah macam-macam," kata JK dalam Rakornas Apinda di Hotel Swiss Bell, Batam, Selasa (2/4/2019). JK mengatakan banyak keluhan dari pengusaha baik asing maupun nasional terkait dualisme kepengurusan. Dia berjanji masalah dualisme akan diselesaikan usai Pemilu dan pengelolaanya diserahkan dari BP Batam ke Wali Kota "Yang kita perbaiki adalah dualisme. Karena itu keluhan di mana-mana, keluhan pengusaha asing, pengusaha nasional," jelasnya. Baca Juga :
Perekonomian di Batam juga terbukti berhasil dengan menerapkan FTZ. JK mengatakan posisi Batam yang dekat Singapura sangat menguntungkan. "Kelebihan Batam itu adalah backbone-nya ada Singapura. Itu menjadi hub daripada transport dan menjadi hub daripada vendor-vendor lainnya," jelasnya. Pengusaha dan Pekerja Saling Membutuhkan JK mengingatkan hubungan antara pengusaha dan pekerja adalah saling membutuhkan. JK mengatakan kepentingan antara pengusaha dan pekerja sama, yaitu untuk meningkatkan perekonomian negara. "Apabila kita berbicara hubungan antara pengusaha dengan pekerja ialah saling membutuhkan dan saling memajukan. Bukan lawan sebagaimana disampaikan dalam sistem sosialis atau komunis," kata JK dalam Rakornas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Hotel Swiss Bell, Batam, Selasa (2/4/2019). JK mengatakan pengusaha membutuhkan pekerja untuk dapat memajukan usahanya. Dia meminta pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan yang baik untuk dapat saling menguntungkan. "Kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja itu sama, ialah memajukan usaha. Memajukan ekonomi sehingga baik pengusaha dan juga baik pekerja dapat maju bersama," jelas JK. JK mengatakan pemerintah selalu mengambil jalan tengah untuk memberikan kebijakan kepada pengusaha dan pekerja. Kenaikan upah, menurut JK, harus mengakomodasi kedua pihak. "Pemerintah selalu ambil jalan tengah bahwa setiap kenaikan inflasi maka juga harus dihitung untuk menaikkan agar upah riil para pekerja itu terjaga. Kedua setiap kemajuan pertumbuhan ekonomi juga harus pekerja mendapat bagian yang sama daripada kemajuan ekonomi itu," paparnya. JK juga berterima kasih kepada pengusaha yang memberikan dampak besar dalam perekonomian Indonesia. Dia mengatakan pemerintah menyadari peran pengusaha yang signifikan untuk membantu kemajuan Indonesia. "Pemerintah menyadari bahwa hanya pengusaha lah yang dapat meningkatkan ekonomi dengan baik. Karena pengusaha lah yang dapat mengurangi pengangguran, pengusaha lah yang dapat meningkatkan lapangan kerja. Pengusaha lah yang membayar pajak lebih banyak. Tanpa kemajuan dunia usaha tentu semua ini tidak bisa dicapai," paparnya. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : finance.detik Rifan Financindo - Harga minyak naik pada hari Senin (1/April), setelah membukukan kenaikan kuartalan terbesar sejak beberapa tahun terakhir selama periode Januari-Maret 2019. Penguatan harga minyak di awal bulan April terjadi lantaran merebaknya ketakutan pasar terhadap kelangkaan pasokan, yang bisa disebabkan oleh sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela.
Baca Juga :
Sanksi AS Beriringan Dengan Penurunan Minyak OPECSanksi AS kepada Iran dan Venezuela yang berjalan bersamaan dengan pemangkasan produksi minyak OPEC, menjadi katalis utama yang mendukung reli bullish harga minyak sejak awal tahun 2019. Prospek pengetatan pasokan minyak, membuat investor cenderung mengesampingkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global. Intelijen Finansial dan Terorisme yang berada di bawah Kementerian Keuangan AS, Sigal Mandelker, mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa Amerika Serikat telah memberikan tekanan lebih lanjut kepada Iran. Perlu diketahui sebelumnya, AS telah mendesak negara-negara di kawasan Asian Tenggara (Malaysia, Singapura, dan lainnya) untuk tidak membeli minyak mentah dari Iran, yang dianggap AS sebagai tindakan ilegal dan bisa menjadi jalan alternatif bagi negara tersebut untuk menghindari sanksi dari Negeri Paman Sam. Di samping itu, AS juga mengancam perusahaan minyak dan penyulingan dengan sanksi tertentu, agar mereka memotong kesepakatan dengan Venezuela. Keputusan tersebut merupakan langkah yang diambil pemerintahan Presiden Trump untuk menekan Venezuela secara ekonomi, dalam upaya menggulingkan pemerintahan Nicolas Maduro. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex |
Archives
September 2021
Categories |