Rifan Financindo - Dolar AS menguat pasca rilis ADP Non-Farm Employment Change AS di hari Rabu (31/Juli) malam ini. Indeks Dolar AS (DXY) diperdagangkan di level 98.12 dalam time frame 1-jam, lebih tinggi 0.05 persen dari posisi sebelumnya.
ADP Non-Farm Employment Change AS NaikPerusahaan-perusahaan swasta di Amerika Serikat mempekerjakan 156,000 tenaga kerja pada bulan Juli 2019, lebih tinggi daripada ekspektasi pasar di kisaran 150,000. Berdasarkan grafik ADP Non-Farm Employment Change di bawah ini, tampak bahwa hasil tersebut naik dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 112,000. Baca Juga :
Potensi Fed Rate Cut Masih KuatKendati demikian, probabilitas Fed Rate Cut tak lantas memudar. Hanya saja, pelonggaran moneter yang akan ditetapkan oleh The Fed besok diekspektasikan tak akan terlalu agresif, mengingat bahwa sebagian besar indikator ekonomi AS masih memuaskan. Oleh karena itu, para investor akan fokus kepada komentar Ketua The Fed Jerome Powell; apakah pesannya akan lebih hawkish daripada ekspektasi. Jika ya, maka Dolar AS diperkirakan dapat melanjutkan relinya. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex
0 Comments
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Astra International Tbk (ASII) dibuka melemah 1,72% pada perdagangan hari ini (31/7/2019), setelah kemarin (30/7/2019) perusahaan mengumumkan kinerja keuangan yang kurang memuaskan.
Hingga berita ini dimuat, harga saham ASII terkoreksi 3,78% ke level Rp 7.000/unit saham. Investor asing juga membukukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 80,5 miliar. Kemarin, ASII merilis laporan keuangan semester pertama 2019 dimana laba bersih perusahaan terkontraksi 5,6% secara tahunan (year-on-year/YOY). Per Juni 2019, perusahaan hanya mampu mengantongi keuntungan sebesar Rp 9,8 triliun, lebih rendah dari perolehan periode sebelumnya yang mencapai Rp 10,38 triliun. Hal ini sangat disayangkan karena total penjualan ASII pada periode yang sama tercatat naik meskipun tipis, yakni 3,22% YoY menjadi Rp 116,18 triliun. Jika ditelusuri per segmen operasi, terdapat tiga lini usaha yang bergerak ke selatan karena membukukan pertumbuhan negatif, diantaranya lini usaha otomotif, agribisnis, dan teknologi informasi. Total pendapatan segmen otomotif melemah 1,81% menjadi Rp 50,38 triliun. Melalui keterbukaan informasi, manajemen perusahaan menyampaikan pemasukan dari segmen otomotif melemah karena penjualan mobil Astra turun 6% menjadi 253.000 unit. Selain itu, kinerja segmen operasi tersebut semakin tertekan karena kenaikan pada pos beban umum dan biaya keuangan, serta adanya penurunan keuntungan atas ventura bersama. Alhasil, laba yang dicatatkan segmen otomotif anjlok 17,96% menjadi Rp 3,46 triliun. Kemudian, pendapatan dari segmen agribisnis juga pertumbuhan negatif dengan turun 5,49% dibandingkan semester I-2018 menjadi Rp 8,53 triliun. Pelemahan harga minyak sawit mentah hingga 18% pada semester I-2019 menjadi momok penurunan tersebut. Hal ini sungguh disayangkan karena volume penjualan minyak sawit dan turunannya tercatat menguat 19% jika dibandingkan tahun lalu. Selain itu kenaikan pada pos beban pokok dan penjualan juga mengikis perolehan lini usaha agribisnis. Alhasil, laba bersih yang dibukukan anjlok hingga 94,4%, dari Rp 625 miliar menjadi hanya Rp 35 miliar. Terakhir adalah penurunan yang dibukukan oleh segmen teknologi informasi, dimana pemasukan terkoreksi 6,76% YoY ke level Rp 1,56 triliun. Sedangkan laba bersih dari lini usaha tersebut anjlok hingga 35,29% YoY menjadi Rp 44 miliar. Manajemen perusahaan menyampaikan penurunan performa dari segmen teknologi informasi disebabkan penurunan pendapatan dari bisnis solusi TI dan layanan perkantoran, serta meningkatnya biaya operasi. Di lain pihak, ASII juga membukukan rugi atas transaksi lindung nilai untuk aset dan liabilitas moneter perusahaan mencapai Rp 108 miliar. Padahal pada semester I-2018, perusahaan mencatatkan keuntungan Rp 314 miliar. (BERLANJUT KE HALAMAN DUA) (dwa/hps) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : cnbc Rifanfinancindo - Euro diperdagangkan dalam kisaran sangat terbatas seusai publikasi pengumuman hasil rapat ECB kemarin, karena minimnya petunjuk arah kebijakan yang disampaikan oleh otoritas moneter tertinggi Zona Euro tersebut. Saat berita ditulis pada awal sesi Eropa (26/Juli), EUR/USD cenderung tertekan di kisaran 1.1135. Namun, EUR/GBP justru menanjak 0.1 persen di kisaran 0.8960-an.
Grafik EUR/USD Daily via TradingView.com Dalam rapat kebijakan kemarin, para pejabat ECB sepakat untuk mempertahankan suku bunga refinancing, marginal lending, dan deposit, masing-masing pada level 0%, 0.25%, dan -0.4%. Namun, secara eksplisit, mereka juga menyatakan, "Dewan Gubernur (ECB) mengekspektasikan suku bunga acuan ECB untuk tetap berada pada level saat ini atau lebih rendah, setidaknya hingga paruh pertama tahun 2020, dan selama dibutuhkan untuk memastikan berlanjutnya konvergensi inflasi berkelanjutan menuju targetnya dalam jangka menengah." Baca Juga :
Secara keseluruhan, pengumuman ECB menafikan ekspektasi sebagian pelaku pasar mengenai pemangkasan suku bunga bulan ini, dan tidak memberikan sinyal apapun mengenai rencana perubahan kebijakan hingga beberapa bulan ke depan. Hal ini mendorong penguatan Euro terhadap sejumlah mata uang mayor, sejenak setelah pengumuman dirilis. Namun, mayoritas analis masih meyakini bahwa ECB bakal melakukan pelonggaran moneter lagi dalam tahun ini, atau lebih tepatnya pada bulan September mendatang. "ECB tak pernah memberikan komitmen dini. Tapi ini sudah sangat dekat. Ketika bank sentral berapat pada bulan September, mereka akan melihat data GDP kuartal II yang lemah, dan inflasi inti yang hampir pasti tak berubah sama sekali dari tren-nya saat ini antara 1-1.2%. Singkat kata, pelonggaran moneter tambahan akan terjadi," ujar Claus Vistesen, pimpinan ekonom Zona Euro dari Pantheon Macroeconomics. Senada dengan Vistesen, Nick Kounis dari ABN Amro menilai tekad ECB untuk mendorong pencapaian target inflasi (yang dimuat dalam pengumumannya) pada akhirnya akan membuat mereka mempertahankan kebijakan moneter longgar hingga tahun 2020. Apalagi realisasi dan proyeksi inflasi dalam pemantauan ECB masih jauh di bawah target 2 persen. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Rifan Financindo - Sektor manufaktur Jepang belum beranjak dari teritori kontraksi, menyusul data PMI Manufaktur bulan Juli yang berada di level 49.6. Meskipun naik sedikit naik dari level 49.3 pada bulan Juni, angka PMI Manufaktur kali ini belum lepas dari zona kontraksi karena masih di bawah level 50.
Permintaan ekspor dan domestik yang terus tertekan menjadi faktor kunci di balik kondisi suram manufaktur Jepang selama awal kuartal ketiga tahun ini. Output industri, total pesanan baru, dan pesanan ekspor di bulan Juli belum menunjukkan adanya perbaikan signifikan. Indikator-indikator tersebut masih terjebak di zona kontraksi, meski keadaannya sudah sedikit membaik dibandingkan kontraksi bulan sebelumnya. "Lemahnya permintaan dari China tetap menjadi faktor utama di balik permintaan ekspor yang lesu untuk barang-barang Jepang," kata Joe Hayes, ekonom di IHS Markit. Baca Juga :
Sementara itu, sektor Jasa Jepang justru meningkat dari 51.9 menjadi 52.3 di bulan Juli, menorehkan level tertinggi sejak bulan Februari. Jika berkelanjutan, maka sektor jasa yang solid setidaknya mampu mengimbangi tekanan dari faktor eksternal yang menyebabkan penurunan pada aktivitas manufaktur Jepang. USD/JPY Nyaris Tidak BereaksiRilis data PMI Manufaktur Jepang yang belum beranjak dari teritori kontraksi tidak banyak berpengaruh terhadap pergerakan Yen versus Dolar AS. Pair USD/JPY hari ini (24/Juli) berada di kisaran 108.18, berupaya mempertahankan reli yang sudah berlangsung sejak tiga sesi terakhir. Fokus investor saat ini sedang tertuju pada pengumuman suku bunga The Fed akhir bulan Juli yang berpotensi menentukan arah pergerakan USD/JPY selanjutnya. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo - Dolar AS naik mengabaikan penurunan data perumahan AS yang dirilis Selasa (23/Juli) malam ini. Hal itu karena para investor merespon positif kesepakatan yang dibuat oleh Presiden AS Donald Trump dan para pemimpin Kongres AS mengenai batas utang (debt-ceiling) kemarin malam. Dalam grafik harian, Indeks Dolar AS (DXY) naik 0.39 persen ke 97.67 saat berita ini ditulis, dan mencapai level tertinggi sejak tanggal 18 Juni.
Baca Juga :
Meski demikian, kesepakatan yang berpotensi membuka kran penambahan anggaran belanja pemerintah AS tersebut masih harus diratifikasi oleh kedua lembaga, baik Kongres maupun House. Jika benar dapat disetujui, maka anggaran belanja AS kemungkinan bisa dinaikkan dari $1.32 triliun menjadi $1.37 triliun di tahun fiskal 2020. Existing Home Sales AS TurunKondisi politik tampaknya memang sedang menjadi fokus para investor, sehingga data ekonomi berdampak medium-rendah hari ini, Exisiting Home Sales AS, tidak terlalu diperhatikan pasar. Padahal, The National Association of Realtors melaporkan bahwa Existing Home Sales jeblok 1.7 persen menjadi 5.270 juta unit pada bulan Juni lalu, lebih rendah daripada ekspektasi 5.350 unit. Dibandingkan dengan bulan Mei yang mencapai 5.360 juta unit, hasil tersebut pun jelas lebih rendah. Kondisi penurunan itu terjadi walaupun Tingkat Pengangguran AS berada dalam level terendah sejak lima puluh tahun terakhir, dan harga hipotek mengalami pemotongan. Menurut ekonom Matthew Speakman, menurunnya Existing Home Sales disebabkan oleh kenaikan harga rumah sehingga membatasi pilihan rumah yang terjangkau oleh para konsumen. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo, Rifanfinancindo, Rifan Financindo Rifanfinancindo - Nilai tukar Rupiah menguat terhadap Dolar AS pada Jumat sore ini (19/Juli). Berdasarkan grafik TradingView, Rupiah menguat dibandingkan penutupan hari sebelumnya, dari level Rp13,955 ke Rp13,895. Sementara berdasarkan grafik Bloomberg, Rupiah naik dari level penutupan kemarin di level Rp13,960 ke Rp13,920.
Dipengaruhi Pemotongan Suku Bunga BIBank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps), dari 6.00 menjadi 5.75 persen pada Kamis (19/7). Baca Juga :
"Ke depan, Bank Indonesia memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif, sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi lebih lanjut," tutur Perry, dikutip dari CNBC Indonesia. Senada dengan Perry, Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim, menilai kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia ini memberikan sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Data fundamental baik secara eksternal maupun internal telah mendukung penguatan mata uang Rupiah," ujar Ibrahim, dilansir dari Bisnis. Dolar AS Kian Terpuruk Akibat Sinyal Fed Rate CutKepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, memperkirakan kurs Rupiah berpotensi terus naik, menyusul pernyataan sejumlah petinggi The Fed yang mendukung pemangkasan suku bunga acuannya. Salah satunya datang dari Wakil Ketua The Fed, Richard Clarida, yang menyatakan The Fed mungkin harus bertindak lebih awal dan tidak menunggu sampai keadaan semakin memburuk. "Kelihatannya Rupiah bisa menguat lagi hari ini karena pelemahan Dolar AS, akibat pernyataan-pernyataan para pejabat Bank Sentral AS semalam yang mendukung pemangkasan suku bunga acuannya," kata Ariston, dikutip dari SindoNews. Ariston memprediksi jika peluang kurs Rupiah untuk melanjutkan penguatannya masih terbuka lebar, yakni di kisaran Rp13,900-Rp14,000 per Dolar AS. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Rifan Financindo - Nilai tukar Rupiah menguat terhadap Dolar AS pada Jumat sore ini (19/Juli). Berdasarkan grafik TradingView, Rupiah menguat dibandingkan penutupan hari sebelumnya, dari level Rp13,955 ke Rp13,895. Sementara berdasarkan grafik Bloomberg, Rupiah naik dari level penutupan kemarin di level Rp13,960 ke Rp13,920.
Dipengaruhi Pemotongan Suku Bunga BIBank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps), dari 6.00 menjadi 5.75 persen pada Kamis (19/7). Baca Juga :
"Ke depan, Bank Indonesia memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif, sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi lebih lanjut," tutur Perry, dikutip dari CNBC Indonesia. Senada dengan Perry, Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim, menilai kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia ini memberikan sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Data fundamental baik secara eksternal maupun internal telah mendukung penguatan mata uang Rupiah," ujar Ibrahim, dilansir dari Bisnis. Dolar AS Kian Terpuruk Akibat Sinyal Fed Rate CutKepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, memperkirakan kurs Rupiah berpotensi terus naik, menyusul pernyataan sejumlah petinggi The Fed yang mendukung pemangkasan suku bunga acuannya. Salah satunya datang dari Wakil Ketua The Fed, Richard Clarida, yang menyatakan The Fed mungkin harus bertindak lebih awal dan tidak menunggu sampai keadaan semakin memburuk. "Kelihatannya Rupiah bisa menguat lagi hari ini karena pelemahan Dolar AS, akibat pernyataan-pernyataan para pejabat Bank Sentral AS semalam yang mendukung pemangkasan suku bunga acuannya," kata Ariston, dikutip dari SindoNews. Ariston memprediksi jika peluang kurs Rupiah untuk melanjutkan penguatannya masih terbuka lebar, yakni di kisaran Rp13,900-Rp14,000 per Dolar AS. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo - Melalui rilis data yang disebut juga sebagai Indeks Philly Fed Manufacturing, Federal Reserve wilayah Philadelphia melaporkan bahwa aktivitas bisnis manufaktur di area mereka naik pesat. Data yang dirilis pada hari Kamis (18/Juli) malam ini menunjukkan kenaikan aktivitas bisnis mencapai level 21.8 pada bulan Juli. Hasil tersebut sukses memperbaiki kemerosotan drastis di level 0.3 pada bulan Juni, dan jauh mengungguli ekspektasi kenaikan ke level 0.5 saja.
Lonjakan indeks Philly Fed Manufacturing tersebut terbentuk berkat kenaikan indeks sub sektor New Orders dan Shipments. New Orders naik 11 poin ke 18.9, sementara Indeks Shipments naik 8 poin ke 24.9. "Bukti bahwa angka New Orders--yang saat ini menunjukkan empat hasil sangat mengesankan setelah melemah signifikan di bulan Februari dan Maret--merupakan sinyal yang meyakinkan, serta menunjukkan bahwa sektor pabrikan... jelas tidak sedang terjun bebas," kata Josh Saphiro, Kepala Ekonom MFR Inc. sebagaimana dikutip oleh MarketWatch. PMI Manufaktur AS versi Fed Philadelphia Indeks Manufaktur AS Philly (Philadelphia) Fed dibuat berdasarkan survei terhadap para pelaku manufaktur di wilayah Philadelphia, mengenai prospek bisnis dan perekonomian AS. Selengkapnya Baca Juga :
Jumlah warga AS yang mengajukan Klaim Pengangguran tercatat bertambah 8000 orang menjadi 216,000 dalam pekan yang berakhir pada tanggal 13 Juli. Sementara itu, CB Leading Index, yang mengukur perubahan Composite Index berdasarkan 10 indikator ekonomi, menampilkan penurunan dari 0.0 persen menjadi -0.1 persen. Selain rangkaian rilis data ekonomi, pernyataan IMF bahwa Dolar AS sudah overvalued juga turut memengaruhi pelemahan Dolar AS hari ini. Komentar tersebut seolah mengonfirmasi pernyataan Presiden AS Donald Trump di awal bulan ini, yang menginginkan Dolar AS melemah. Saat berita ini ditulis, Indeks Dolar (DXY) yang mengukur kekuatan Dolar AS terhadap enam mata uang mayor lain turun tipis 0.05 persen ke 97.13. Penurunan dalam dua hari terakhir telah memangkas setengah dari penguatan pesat yang dicapai pada tanggal 16 Juli. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex PT Rifan Financindo, Rifanfinancindo, Rifan Financindo Rifanfinancindo - Dolar AS melonjak di sesi perdagangan Selasa (16/Juli) malam, setelah data Retail Sales AS dilaporkan naik melebihi ekspektasi. Hal itu meningkatkan optimisme pasar akan kesehatan ekonomi AS, bahkan meskipun The Fed telah menegaskan besarnya potensi pemangkasan tingkat suku bunga di akhir bulan ini.
Retail Sales AS Naik Melebihi EkspektasiDepartemen Perdagangan AS melaporkan bahwa Penjualan Ritel dalam basis bulanan naik 0.4 persen pada bulan Juni, melebihi ekspektasi kenaikan 0.1 persen. Hasil tersebut sama dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mengalami revisi turun dari 0.5 persen. Baca Juga :
Core Retail Sales AS Penjualan Ritel Inti AS (Core Retail Sales) mengukur persentase perubahan total nilai penjualan di sektor ritel dalam periode tertentu. Data ini tidak termasuk penjualan otomotif yang volatile. Selengkapnya Dolar AS MenguatMenyusul laporan tersebut, Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan Dolar AS terhadap enam mata uang mayor, naik pesat 0.43 persen ke 97.34 dalam time frame harian. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak tanggal 10 Juli lalu. "Sebuah Outlook ekonomi AS yang meningkat memang semestinya menjadi bahan bakar bagi penguatan Dolar AS," kata Win Thin, pakar forex dari Brown Brother Harriman & Co. Data ekonomi AS yang dirilis dalam beberapa waktu terakhir ini memang sudah banyak yang menunjukkan hasil di atas ekspektasi. Namun demikian, hal itu belum cukup menunjang penguatan Dolat AS secara meyakinkan, karena tidak dapat meredakan kekhawatiran bank sentral terhadap imbas buruk perang dagang dan melambatnya perekonomian global. Oleh karena itu, dalam testimoninya minggu lalu, Ketua The Fed Jerome Powell terus menggaungkan sentimen dovish yang merujuk pada pemotongan suku bunga dalam waktu dekat. Menurut data CME Group's FedWatch, The Fed diperkirakan akan memotong suku bunganya sebanyak seperempat persen dalam rapat kebijakan moneter (FOMC) yang akan digelar tanggal 30-31 Juli mendatang. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Rifan Financindo - Pada hari Senin (15/Juli), Departemen Statistik China merilis data GDP kuartal kedua yang hanya mencatat pertumbuhan 6.2 persen (dalam basis tahunan). Meskipun sesuai dengan ekspektasi pasar, angka tersebut lebih buruk dibandingkan rilis periode sebelumnya yang sebesar 6.4 persen, sekaligus menjadi yang terendah dalam 27 tahun terakhir. Selain itu, sejak krisis finansial global 2009 lalu, GDP China tidak pernah berada di bawah 6.4 persen dalam basis tahunan.
Kabar buruk dari data GDP China pagi ini tidak terlalu mengejutkan pasar. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6.2 persen masih dalam range 6.0 persen-6.5 persen, yang sebelumnya sudah ditetapkan pemerintah sebagai proyeksi ekonomi di tahun 2019. Sementara dalam basis kuartalan (Quarter-over-Quarter), perekonomian China naik 1.6 persen, melampaui ekspektasi kenaikan 1.5 persen, dan lebih baik dari pertumbuhan 1.4 persen pada kuartal sebelumnya. Perhitungan GDP secara Year to Date (YTD) juga mencatat kenaikan 6.3 persen, meski terpantau lebih lambat jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang 6.4 persen. Baca Juga :
Gross Domestic Product (GDP) menyatakan perubahan persentase nilai total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode waktu tertentu, dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di China, data ini dirilis oleh biro statistik nasional. Selengkapnya Data Ekonomi China Lain Cukup ImpresifDalam waktu yang bersamaan, Departemen Statistik China juga merilis beberapa data fundamental seperti Retail Sales yang melonjak sebesar 9.8 persen YoY di bulan Juni. Rilis data tersebut mengungguli ekspektasi ekonom sebelumnya yang memprediksi kenaikan 8.5 persen saja, dan lebih baik dari kenaikan 8.6 persen YoY pada bulan sebelumnya. Catatan impresif lainnya juga datang dari laporan Produksi Industri China bulan Juni yang naik sebesar 6.3 persen dalam basis tahunan, meningkat tajam dari angka periode Mei yang hanya 5.0 persen. Sementara itu, Fixed Asset Investment China mencatat kenaikan 5.8 persen sepanjang periode Januari-Juni, lebih baik ketimbang rilis 5.6 persen dari periode sebelumnya. Perlu diketahui, data Fixed asset Investment merupakan komponen penting dalam perhitungan GDP karena mencakup pengeluaran nasional untuk aset fisik seperti real estate, infrastruktur, hingga permesinan (machinery). Mata Uang Komoditas MenguatRilis Retail Sales, Industrial Production, dan Fixed Asset Investment yang positif tampaknya cukup melegakan investor, sekalipun laporan GDP turun dari periode sebelumnya. Akibatnya, minat terhadap aset berisiko meningkat, termasuk pada mata uang komoditas. Dolar Australia dan Dolar New Zealand menjadi dua mata uang berperforma terbaik di sesi perdagangan Asia pagi ini. Hal itu tercermin dari pergerakan pair AUD/USD yang naik menuju level tertinggi selama 7 sesi terakhir pada kisaran 0.7032. Sedangkan pair NZD/USD melonjak mendekati level tertinggi sejak pekan kedua bulan April, dan berada di level 0.6721. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex |
Archives
September 2021
Categories |