RIFAN FINANCINDO BERJANGKA PEKANBARU - Komite penyusun kebijakan bank sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) menampilkan keyakinan mereka kalau inflasi akan terus meningkat dan suku bunga dapat dinaikkan beberapa kali lagi tahun 2018 ini, dalam notulen rapat tanggal 30-31 Januari yang baru dirilis dini hari Kamis tadi (22/Februari). Laporan ini memperkuat ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga pada rapat yang akan digelar tanggal 20-21 Maret mendatang.
Inflasi Akan Capai 2 Persen Pada 2018 Notulen FOMC diantaranya menyebutkan, "Anggota (rapat FOMC) setuju bahwa penguatan dalam outlook ekonomi jangka pendek meningkatkan kemungkinan layaknya kenaikan bertahap Federal Funds Rate (suku bunga AS)". Selain itu, diungkapkan pula, "bersama dengan prospek laju aktivitas ekonomi berlanjut dengan solid, memberikan dukungan bagi pandangan bahwa inflasi...kemungkinan akan naik di tahun 2018." Dalam rapat terakhir Janet Yellen tersebut, terungkap bahwa bukan hanya sebagian besar pejabat tinggi bank sentral AS menilai outlook ekonomi jangka pendek menguat, melainkan juga ada kemungkinan lonjakan. Beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan pemangkasan pajak yang diterapkan Presiden Donald Trump bisa mendorong perekonomian naik lebih tinggi dibanding estimasi sebelumnya. "Hampir semua partisipan (rapat FOMC) terus mengantisipasi inflasi akan naik ke...target 2 persen dalam jangka menengah, seiring dengan pertumbuhan ekonomi tetap mengungguli tren (rata-rata) dan pasar tenaga kerja tetap kuat," demikian tertuang dalam notulen. Baca juga:
Meroketnya keyakinan pasar pada kemungkinan kenaikan FFR pada bulan Maret mendatang ini direspon buruk oleh pasar modal AS. Sekitar dua jam menjelang penutupan pasar, Dow Jones Index yang sempat menghijau, langsung berbalik minus. Kemerosotan ditunjukkan pula oleh S&P500 dan NASDAQ. Indeks saham Jepang, Nikkei 225, pun turut merosot pada pembukaan pasar hari Kamis pagi. Pada gilirannya, goyahnya pasar saham mendorong Yen menguat terhadap Dolar AS pada awal sesi Asia. Saat berita ditulis, pasangan USD/JPY mundur dari level tinggi sepekan dengan mencatat -0.40% ke 107.33. Laju Indeks Dolar AS (DXY) juga tertahan di kisaran 90.09. Baca juga:
Berikutnya, pasar akan menantikan testimoni pimpinan baru bank sentral AS, Jerome "Jay" Powell, di hadapan Kongres AS pada hari Rabu, 28 Februari 2018. Pelaku pasar bakal mengukur lebih lanjut mengenai kecenderungan sang pengganti Janet Yellen ini dalam hal kebijakan moneter, khususnya suku bunga. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
0 Comments
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU | Terimbas Kabar Dari AS, Kurs Rupiah Jatuh Ke Terendah 20 Bulan2/23/2018 PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Penilaian positif mengenai kondisi ekonomi Amerika Serikat yang tertuang dalam notulen rapat kebijakan moneter bank sentral (Notulen FOMC) terbaru, mendorong penguatan Dolar AS. Akibatnya, kurs Rupiah terhadap Dolar AS anjlok ke level terendah sejak Juni 2016. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikutip Bank Indonesia hari ini (22/Februari) menunjukkan nilai tukar pada angka Rp13,665 per Dolar AS.
Baca juga:
Notulen FOMC dari rapat yang diadakan pada akhir Januari diantaranya menyebutkan, "Anggota (rapat FOMC) setuju bahwa penguatan dalam outlook ekonomi jangka pendek meningkatkan kemungkinan layaknya kenaikan bertahap Federal Funds Rate (suku bunga AS)". Selain itu, diungkapkan pula, "bersama dengan prospek laju aktivitas ekonomi berlanjut dengan solid, memberikan dukungan bagi pandangan bahwa inflasi...kemungkinan akan naik di tahun 2018." Baca juga:
Ariston Tjendra dari Monex Investindo Futures mengungkapkan pada Antaranews, pergerakan mata uang Rupiah cenderung dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat mengenai potensi kenaikan suku bunga AS. Katanya, "Hasil pertemuan The Fed yang hawkishmendorong kenaikan Dolar lebih lanjut." Terlepas dari itu, sejumlah pelaku pasar internasional masih optimis mengenai perkembangan pasar negara berkembang ke depan. Sebagaimana disampaikan oleh Takahide Irimura, ekonom di Mitsubishi UFJ Kokusai Asset, kepada Bloomberg, "(Kenaikan suku bunga AS) boleh jadi mendorong sejumlah pelarian dana dari pasar negara berkembang, karena yield Obligasi AS terus meningkat; tetapi takkan terjadi outflow signifikan seperti (yang terjadi pada) 2013. Investor telah meletakkan dana ke pasar negara berkembang dengan mengetahui Fed (bank sentral AS) mulai menaikkan suku bunga." "Fundamental di negara-negara berkembang kini jauh lebih baik daripada di tahun 2013 ketika lima negara berkembang mayor --India, Indonesia, Afrika Selatan, Brazil, dan Turki-- melemah secara signifikan. Neraca Berjalan sebagian besar negara-negara ini telah membaik sejak saat itu, dan inflasi sudah terstabilkan, sehingga membuat mereka makin tangguh menghadapi kejutan eksternal. Jadi, walaupun yield Obligasi AS mencapai 3 persen, saya tak mengekspektasikan kepanikan outflow dana dari negara berkembang. Ketika suku bunga bergerak menuju area 3.5-4 persen, sejumlah investor mungkin melakukan aksi jual, dikarenakan penyempitan selisih suku bunga; tetapi tetap saja panic-selling atas aset-aset negara berkembang tak mungkin terjadi." ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Baca juga:
Inflasi Akan Capai 2 Persen Pada 2018 Notulen FOMC diantaranya menyebutkan, "Anggota (rapat FOMC) setuju bahwa penguatan dalam outlook ekonomi jangka pendek meningkatkan kemungkinan layaknya kenaikan bertahap Federal Funds Rate (suku bunga AS)". Selain itu, diungkapkan pula, "bersama dengan prospek laju aktivitas ekonomi berlanjut dengan solid, memberikan dukungan bagi pandangan bahwa inflasi...kemungkinan akan naik di tahun 2018." Dalam rapat terakhir Janet Yellen tersebut, terungkap bahwa bukan hanya sebagian besar pejabat tinggi bank sentral AS menilai outlook ekonomi jangka pendek menguat, melainkan juga ada kemungkinan lonjakan. Beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan pemangkasan pajak yang diterapkan Presiden Donald Trump bisa mendorong perekonomian naik lebih tinggi dibanding estimasi sebelumnya. "Hampir semua partisipan (rapat FOMC) terus mengantisipasi inflasi akan naik ke...target 2 persen dalam jangka menengah, seiring dengan pertumbuhan ekonomi tetap mengungguli tren (rata-rata) dan pasar tenaga kerja tetap kuat," demikian tertuang dalam notulen. Dolar AS Menguat, Ekuitas TumbangMenanggapi optimisme FOMC, Dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang lainnya, sehingga Indeks Dolar AS (DXY) berhasil mencatat kenaikan hari keempat beruntun pada akhir perdagangan sesi Amerika hari Rabu dan ditutup pada 90.12. Rilis notulen juga mendorong yield Obligasi (Treasury) 30-tahunan melesat ke level tertingginya sejak Juli 2015. Meroketnya keyakinan pasar pada kemungkinan kenaikan FFR pada bulan Maret mendatang ini direspon buruk oleh pasar modal AS. Sekitar dua jam menjelang penutupan pasar, Dow Jones Index yang sempat menghijau, langsung berbalik minus. Kemerosotan ditunjukkan pula oleh S&P500 dan NASDAQ. Indeks saham Jepang, Nikkei 225, pun turut merosot pada pembukaan pasar hari Kamis pagi. Baca juga:
Pada gilirannya, goyahnya pasar saham mendorong Yen menguat terhadap Dolar AS pada awal sesi Asia. Saat berita ditulis, pasangan USD/JPY mundur dari level tinggi sepekan dengan mencatat -0.40% ke 107.33. Laju Indeks Dolar AS (DXY) juga tertahan di kisaran 90.09. Sejak awal Februari, pasar modal AS bergerak sangat volatile lantaran kekhawatiran pelaku pasar mengenai dampak kenaikan suku bunga terhadap korporasi. Ada keresahan kalau-kalau kenaikan suku bunga pinjaman bakal mengekang ekspansi korporasi, sedangkan imbal hasil investasi tetap seperti obligasi justru meningkat dan menarik lebih banyak investor. Namun demikian, para pejabat bank sentral AS telah menyatakan bahwa mereka memandang gejolak ekuitas ini wajar. Berikutnya, pasar akan menantikan testimoni pimpinan baru bank sentral AS, Jerome "Jay" Powell, di hadapan Kongres AS pada hari Rabu, 28 Februari 2018. Pelaku pasar bakal mengukur lebih lanjut mengenai kecenderungan sang pengganti Janet Yellen ini dalam hal kebijakan moneter, khususnya suku bunga. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Dolar AS berupaya mempertahankan penguatannya terhadap beberapa mata uang mayor yang telah dicapai sejak awal pekan.Indeks Dolar AS (DXY) telah meningkat ke 89.79 saat berita ditulis pada pertengahan sesi Asia hari Rabu ini (21/Februari), dari low 88.25 yang tersentuh pada tanggal 16 Februari lalu. Namun, sejumlah analis menilai rebound Dolar AS menjelang rilis Notulen FOMC ini semata short-covering, alias penutupan atas posisi Sell saja.
Baca juga:
Dolar AS naik tiga hari beruntun terhadap Yen Jepang, dari level terendah 15-bulan yang tersentuh pada hari Jumat. Pasangan mata uang USD/JPY telah mencapai +0.37% sejak pembukaan perdagangan hari ini hingga mencapai level 107.71. Namun, penguatan ini dinilai hanya merupakan reka ulang posisi trading, karena pelemahan Dolar AS dalam beberapa waktu sebelumnya dianggap sudah terlalu berlebihan. "Ini utamanya pembersihan posisi (trading spekulatif) dalam pandangan saya," kata Tareck Horchani dari Saxo Markets Singapura, pada Reuters. Ia menilai, setelah aksi jual sebelumnya, Dolar kemungkinan akan terkonsolidasi versus Yen, dan bisa jadi ada ruang untuk beranjak lebih tinggi dalam jangka pendek. Apalagi, posisi trading Dolar AS versus mata uang negara berkembang terhitung cukup besar dan rentan. Investor juga menantikan publikasi notulen Rapat Kebijakan Bank Sentral AS (FOMC Meeting Minutes) pada Kamis dini hari (02:00 WIB). Horchani memperkirakan, apabila ada nada hawkish dalam notulen, maka bisa membuat pasar mengharapkan laju kenaikan suku bunga lebih cepat dan membantu Dolar naik lebih lanjut. Baca juga:
Mata uang Dolar AS telah melemah terhadap Yen dan mata uang mayor lainnya dalam beberapa bulan terakhir, diakibatkan sejumlah faktor krusial. Diantaranya, terdapat kerisauan kalau-kalau pembengkakan defisit anggaran negara di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump bakal menjerumuskan perekonomian AS. Peningkatan defisit menuntut pemerintah AS menerbitkan lebih banyak surat utang (obligasi), sehingga respon pada lelang obligasi kali ini dapat meringankan maupun memberikan landasan baru bagi kekhawatiran pasar. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT Rifan Financindo Pekanbaru - Dolar AS mulai rebound dari level terendah sejak Desember 2014 setelah rilis data Perumahan Amerika Serikat pada akhir pekan lalu. Meski sempat tertekan pada perdagangan sesi Asia hari Senin ini (19/Februari), tetapi Indeks Dolar AS (DXY) bertolak naik lagi saat memasuki sesi Eropa. Ketika berita ditulis, DXY meningkat 0.17% ke 89.23, setelah mencatat level tinggi intraday pada 89.27. Namun demikian, sejumlah pihak meragukan keberlanjutan penguatan Dolar AS, karena masih cukup banyaknya faktor yang membebani mata uang ini.
Baca juga:
Penurunan Sebelumnya Dipandang BerlebihanSejak awal tahun 2018, Dolar AS ditekan oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya kekhawatiran mengenai laju inflasi tinggi yang tak dibarengi pertumbuhan ekonomi (stagflasi) serta pembengkakan defisit anggaran di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Keunggulan suku bunga AS yang lebih tinggi juga diperkirakan akan terpangkas, karena sejumlah bank sentral mayor lainnya diekspektasikan menaikkan suku bunga tahun ini. Faktor-faktor tersebut sebenarnya belum berubah dalam pekan ini. Namun, Dolar tetap mengalami pemulihan pasca rilis data Building Permits dan Housing Starts yang lebih baik dari ekspektasi pada hari Jumat, dikarenakan penurunan sebelumnya dianggap agak kebablasan. "Penurunan Dolar pekan lalu barangkali terlalu berlebihan. Contohnya, penurunan Dolar ke level pertengahan 105 yen terlalu cepat," ujar Yukio Ishizuki, pakar strategi mata uang senior di Daiwa Securities Tokyo, pada Reuters. Lanjutnya, "Karenanya, kita melihat Dolar rebound, secara cukup natural jika dibandingkan dengan skala kejatuhannya baru-baru ini." Nantikan Notulen FOMCPasangan mata uang EUR/USD terpantau mundur ke 1.2399 saat berita ditulis, setelah gagal menembus resisten di kisaran 1.2500 pada hari Jumat. Poundsterling juga menurun hingga 0.20% terhadap Dolar AS, dengan GBP/USD diperdagangkan di kisaran 1.4005. USD/JPY melesat 0.33% ke 106.60 setelah pembukaan pasar Eropa, meskipun sempat depresi di sesi Asia, setelah pasar memperhitungkan ulang dampak penunjukan kembali Haruhiko Kuroda sebagai Gubernur Bank Sentral Jepang. Baca juga:
Rilis Notulen Rapat Kebijakan Bank Sentral AS (FOMC) pada hari Kamis dinantikan pasar guna memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah otoritas moneter ke depan. Dengan inflasi AS nyata-nyata melaju pesat, pasar akan menilik apakah ada sinyal kesediaan bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih cepat. Selain itu, akhir bulan Februari nanti, pimpinan FED baru, Jay Powell, akan menyampaikan laporan moneter tengah tahunnya pada Kongres. Pesan-pesannya bisa menyetel ulang situasi pasar di bulan Maret. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Rifanfinancindo berjangka pekanbaru - Mata uang Yen Jepang terus meroket pada perdagangan hari Rabu (14/Februari), sehubungan dengan anjloknya pasar modal setempat. Data GDP Jepang yang teramat buruk tidak membuat investor menghindari mata uang ini, karena fungsinya sebagai aset Safe Haven yang justru dicari di tengah gejolak finansial.
Nikkei Merosot Meski Bursa Lain Bangkit Bursa saham Jepang jatuh beruntun sejak minggu lalu, sejalan dengan kemerosotan pasar modal dunia lainnya, termasuk bursa-bursa Amerika dan Eropa. Namun demikian, Nikkei tetap terperosok hari ini, walaupun bursa terkemuka lainnya telah menghijau sejak awal pekan ini. Tak tanggung-tanggung, Indeks Nikkei 225 minus 90.5 poin, atau 0.43 persen, dalam hari ini saja. Baca juga:
Laporan Gross Domestic Product (GDP) Jepang tadi pagi turut memperburuk sentimen investor terhadap perekonomian Jepang. Upaya PM Shinzo Abe untuk menggairahkan kembali perekonomian terbukti gagal, dengan angka GDP kuartal IV/2017 (preliminer) jeblok ke +0.5% secara Year-on-Year (YoY); jauh lebih buruk dari estimasi yang dipatok pada +0.9%, sementara pencapaian periode sebelumnya direvisi turun ke +2.2% saja. Dalam basis kuartalan, GDP hanya naik +0.1%, di bawah ekspektasi +0.2% maupun kenaikan sebesar +0.6% yang dialami di kuartal III. Buruknya data-data ekonomi Jepang tersebut, memberikan argumen tambahan bagi bank sentral Jepang untuk mempertahankan stimulus moneter. Namun demikian, di tengah kepanikan, pasar masih mencari Yen sebagai tempat perlindungan. Pasangan mata uang USD/JPY merosot sebesar 0.43% dari harga pembukaan hari ini hingga mencapai 107.34, sementara EUR/JPY anjlok 0.32% ke 132.76. Baca juga:
Di sisi lain, PM Shinzo Abe justru menyiratkan ketidakyakinannya pada bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) dan secara tidak langsung menciptakan ketidakpastian baru. Pada hari Selasa, Abe mengatakan bahwa ia belum memutuskan apakah akan kembali mengangkat Haruhiko Kuroda sebagai pimpinan BoJ setelah masa tugasnya berakhir pada 8 April mendatang. Menurut Boris Schlossberg, pakar forex dari BK Asset Management, Kuroda merupakan "arsitek" kebijakan reflasi Jepang dan sangat dihormati oleh pelaku pasar. Karena pasar memperhitungkan 80-90 persen probabilitas pelantikannya kembali, maka bilamana PM Abe berubah pikiran, bisa menimbulkan gejolak lebih lanjut pada USD/JPY. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
- Indeks Dolar AS (DXY) ditutup 0.26% lebih rendah dari harga pembukaan pada hari Senin kemarin, dan masih tertekan pada awal perdagangan sesi Asia Selasa pagi ini (13/Februari), setelah kepanikan dan aksi jual di pasar modal global mereda. Namun meski aksi beli aset safe haven telah berkurang, pasar belum sepenuhnya yakin kalau gejolak yang menggila sepanjang pekan lalu, benar-benar sudah berakhir.
Baca juga:
Anggaran Sementara Kelima Donald Trump Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatannya terhadap sejumlah mata uang mayor lain, tercatat naik tipis 0.07% ke 90.17 saat berita ditulis. Sejoli USD/JPY menanjak 0.06% ke 108.70, sedangkan EUR/USD melandai 0.04% ke 1.2285. Secara umum, pasangan-pasangan mata uang mayor masih bergerak cenderung flat sejak pembukaan, dengan Dolar AS mengalami kesulitan untuk keluar dari kisaran 90.00-an. Keputusan Parlemen AS untuk mengesahkan anggaran sementara di akhir pekan lalu; mengakhiri Shutdown singkat selama beberapa jam sebelumnya, sekaligus menyediakan pendanaan bagi pemerintah federal hingga 23 Maret mendatang. Namun, ini merupakan anggaran sementara kelima sejak kepemimpinan Presiden Donald Trump, dan tarik ulur antara para wakil rakyat di Parlemen untuk memperoleh anggaran tetap belum usai. Di sisi lain, pasar finansial global mengalami rebound kuat di awal pekan ini. Dow Jones Index naik 1.70%, atau lebih dari 400 poin. Demikian pula dengan indeks-indeks saham terkemuka lainnya, termasuk S&P 500, NASDAQ, DAX, FTSE 100, dan Nikkei 225. Akan tetapi, ini juga bukan berarti kekhawatiran telah sepenuhnya sirna. Suku Bunga Obligasi Masih Terus Melaju Aksi jual di pasar modal pada awal bulan Februari awalnya dipicu oleh kekhawatiran mengenai kemungkinan kenaikan inflasi dan suku bunga yang lebih cepat dibanding perkiraan di Amerika Serikat. Kenaikan suku bunga, pada gilirannya, dapat menekan prospek ekspansi korporasi AS maupun belanja konsumen. Oleh karenanya, asumsi pertumbuhan ekonomi lebih pesat yang muncul ketika Trump mengumumkan pemangkasan pajak, perlu dicabut dari perhitungan investor. Baca juga:
Dalam hal ini, kekhawatiran pasar bukan hanya pada suku bunga acuan yang dikendalikan oleh bank sentral AS (Federal Reserve), melainkan juga suku bunga obligasi. Berdasarkan data Reuters hari ini, yield obligasi 10-tahunan AS masih menanjak hingga menyentuh rekor tertinggi empat tahun pada 2.902 persen, sedangkan yield obligasi 30-tahunan mencapai level tertingginya dalam 11 bulan di 3.199 persen. "Peningkatan yield obligasi jangka panjang (akan) meningkatkan bunga pinjaman, dan kemungkinan mendinginkan perekonomian," kata Minori Uchida, pimpinan analis forex di Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ. Terkait dengan ini, ia menilai Dolar boleh jadi tetap di bawah tekanan versus Yen. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT Rifan Financindo Pekanbaru - Harga Minyak menorehkan angka hijau pada perdagangan kemarin dan menanjak lebih tinggi pada awal sesi Asia hari Selasa (13/Februari), sejalan dengan kembali tenangnya pasar finansial global. Saat berita ditulis, Brent tercatat naik 0.53% ke 63.01, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik 0.47% ke 59.63. Namun, kedua harga minyak acuan tersebut masih berada di level terendah sejak pertengahan Desember 2017, lantaran tumbang di tengah gejolak pasar finansial global sepanjang pekan lalu. Kemungkinannya untuk beranjak lebih tinggi akan ditentukan oleh sejumlah data dari sektor migas Amerika Serikat.
Sisi Suplai Pasar Minyak Dengan berakhirnya kepanikan dan aksi jual di pasar finansial, perhatian investor kembali berpaling pada data-data inventori minyak pekanan guna mengukur tingkat suplai minyak global. William O'Loughlin, analis investasi di Rivkin Securities Australia, mengatakan pada Reuters, "Perubahan dalam inventori (minyak AS) pekan ini akan krusial dalam menentukan apakah penurunan harga minyak lebih lanjut masih akan terjadi." Baca juga:
Sisi suplai minyak menjadi pusat perhatian saat ini. Pasalnya, permintaan minyak cenderung naik moderat, sedangkan output dari negara-negara produsen minyak yang tidak bergabung dalam kesepakatan pemangkasan output yang digalang OPEC dan Rusia, justru meningkat pesat. Surplus Balik LagiPada hari Senin, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) menyatakan, perkiraan permintaan minyak dunia naik sebanyak 1.59 juta barel per hari (bph) tahun 2018 ini ke total 98.6 juta bph. Angka tersebut lebih tinggi 60,000 bph dari estimasi sebelumnya, tetapi diproyeksikan akan tetap terpenuhi oleh suplai minyak dari luar OPEC. Baca juga:
Data EIA terbaru menampilkan bahwa pasar minyak mengalami defisit suplai pada tahun 2017 karena kesepakatan pemangkasan output yang digalang OPEC. Namun, data juga menunjukkan surplus telah kembali dalam jumlah besar tahun ini. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
RIFANFINANCINDO BERJANGKA PEKANBARU - Poundsterling menjadi salah satu "best performer" di pasar uang hari Kamis ini (8/Februari) setelah bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengirim pesan-pesan bernada hawkish dalam pengumuman pasca rapat kebijakannya (Monetary Policy Committee/MPC). Pasangan mata uang GBP/USD melesat 1.10% ke 1.4028, sedangkan GBP/JPY melonjak 1.35% ke 153.82. Pounds juga menguat sekitar satu persen versus Euro, saat berita ditulis.
Baca juga:
Siap Naikkan Suku Bunga Lebih Cepat Para pejabat BoE sepakat untuk mempertahankan suku bunga pada 0.5% dengan jumlah suara 9-0, sesuai ekspektasi. Namun, mereka menaikkan forecast pertumbuhan ekonomi Inggris hingga rerata tahunan 1.75% dalam tiga tahun ke depan. Inflasi pun diperkirakan tetap mencapai 2.11% dalam kurun waktu yang sama. Selain itu, MPC menyiratkan keinginan untuk menaikkan suku bunga lebih cepat di masa depan. "Jika ekonomi berevolusi secara luas sejalan dengan proyeksi laporan inflasi Februari, kebijakan moneter perlu diketatkan agak lebih awal, dan dengan cakupan lebih besar dalam periode forecast, dibanding apa yang diantisipasi (bank sentral) saat penyusunan laporan November," demikian bunyi pernyataan MPC yang dikutip oleh Reuters. Pimpinan MPC BoE, Mark Carney, menegaskan lebih lanjut bahwa kemungkinan perlu untuk menaikkan suku bunga "pada tingkatan terbatas dalam proses gradual, tetapi agak lebih awal, dan dengan lingkup lebih luas dibanding yang kami pikirkan pada November.' Baca juga:
Belum Tentu Benar Dilakukan Menanggapi arahan BoE, pasar langsung memperhitungkan 50% kemungkinan kenaikan suku bunga pada Mei, dan 100% pada Agustus. Namun, sejumlah analis mewanti-wanti. Peter Dixon dari Commerzbank mengatakan, bank sentral Inggris mungkin ingin memperingatkan pasar bahwa kenaikan suku bunga sudah di depan mata, tetapi mereka belum tentu melakukannya dengan segera. Pungkasnya, "Kita belum melihat bukti untuk mendukung pandangan bahwa kita perlu lebih agresif memajukan pengetatan (moneter) dibanding tiga bulan lalu." Dalam pidatonya, Mark Carney pun mengingatkan, "Outlook ekonomi akan terus berubah-ubah. Akan ada naik-turun di pasar finansial. Proses Brexit (juga) akan berbelok dan berbelit sebelum mencapai kesimpulan akhir." ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
Rifan Financindo Pekanbaru - Bandung Polisi telah menelusuri beredarnya informasi ustaz dianiaya orang gila di Bogor yang viral di media sosial (medsos). Polisi memastikan penganiayaan memang terjadi, tetapi tidak melibatkan ustaz ataupun orang gila. Baca juga:
Dari hasil penelusuran, memang ada insiden penganiayaan tersebut. Kejadian itu berlangsung di Kampung Cijambe, Desa Banyuasih, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Bogor pada Selasa (6/2) lalu. "Penganiayaannya melibatkan antar petani," kata Umar. Umar menjelaskan insiden berdarah itu bermula saat saat korban Sulaiman (53) tengah berada di kebunnya untuk mengambil hasil panen durian. Tiba-tiba pelaku Jamhari (55) datang berniat membeli durian milik korban. "Akan tetapi, korban tidak memberikan durian itu kepada pelaku," katanya. Baca juga:
Akibat peristiwa itu, korban mengalami luka cukup parah dan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara pelaku, saat ini sudah diamankan. "Jadi kalau informasi orang gila aniaya ustaz itu tidak benar," kata dia. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : news.detik Baca Juga Di :
|
Archives
September 2021
Categories |