Rifanfinancindo Pekanbaru – Harga Minyak menanjak di awal perdagangan sesi Asia pada hari Rabu pagi ini (3/Januari), sementara ketegangan menggelora di Iran. Sejak pergantian tahun, demonstran anti-pemerintah tumpah ke jalan-jalan, menyerang pos-pos polisi, dan mendorong pemerintah untuk menutup sementara akses media sosial di Teheran.
Baca juga:
Protes Terbesar Dalam Satu DekadeDemonstrasi di Iran yang pecah akhir minggu lalu, awalnya berfokus pada kesulitan ekonomi dan korupsi di dalam negeri, tetapi kemudian berubah menjadi reli politik terbesar dalam satu dekade. Sejumlah demonstran dan otoritas keamanan tewas, serta ratusan orang lainnya ditangkap. Kemarahan demonstran diarahkan pada rezim ulama yang telah memimpin Iran sejak Revolusi 1979, termasuk pimpinan tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Iran termasuk salah satu produsen minyak terbesar OPEC, sekaligus satu dari dua pengaruh dominan di Timur Tengah, tetapi kondisi ekonominya cenderung lemah. Saat ini Iran diketahui tengah terlibat proxy war dengan Arab Saudi di beberapa wilayah, termasuk Yaman, Irak, dan Syria. Demonstran menyatakan ketidaksukaan mereka pada intervensi luar negeri oleh pemerintahnya, serta menuntut ditingkatkannya penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran angkatan kerja muda yang telah mencapai 29% tahun lalu. Presiden Hassan Rouhani menuduh partisipan protes bukannya menuntut "roti dan air", melainkan menginginkan "lebih banyak kebebasan"; mengindikasikan bahwa demonstrasi sejatinya diarahkan untuk menggusur pemerintahannya. Indikasi tersebut diperkuat pula dengan fakta bahwa menyusul kabar merebaknya gejolak ini, Presiden AS Donald Trump dan PM Israel Benjamin Netanyahu langsung menyampaikan dukungan pada demonstran. Baca juga:
Dilema Bagi TrumpHal ini disinyalir menghadirkan dilema baru bagi Trump. Dalam dua pekan mendatang, ia harus memutuskan apakah akan melanjutkan pencabutan sanksi atas Iran, atau justru kembali mengingkari perjanjian sebelumnya dan menjatuhkan sanksi lagi. Bagi pasar Minyak global, penerapan sanksi kembali oleh AS, bisa berakibat pada terhampatnya ekspor minyak Iran. Menurut para pakar yang diwawancarai Reuters, jika Trump kembali menjatuhkan sanksi atas Iran, maka itu akan melumpuhkan ekonominya. Namun, langkah tersebut juga bisa mengirim "pesan yang salah" mengenai dukungan AS bagi masyarakat Iran yang memberontak. Pada Selasa malam, harga Minyak sempat melandai lantaran normalnya kembali aktivitas Forties Pipeline setelah penutupan selama dua pekan. Efek lancarnya jalur pipa minyak penting di Laut Utara tersebut, agaknya mampu mengimbangi risiko politik di Iran untuk sementara. Akan tetapi, pagi ini Brent dan WTI kembali mencuat lantaran aksi protes anti-pemerintah terus memanas. Saat berita ditulis, Brent naik 0.14% ke $66.56, sedangkan WTI naik 0.12% ke $60.40. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
0 Comments
Rifan Financindo Pekanbaru - Harga Minyak melesat nyaris tiga persen ke level tertinggi dua setengah tahun pada hari Selasa, setelah pasukan bersenjata meledakkan Pipa Minyak menuju pelabuhan Es Sider, Libya. Pada sesi perdagangan Rabu pagi ini (27/Desember), harga Minyak kembali melandai, tetapi masih berada di level tinggi. Saat berita ditulis, WTI diperdagangkan -0.32% ke sekitar USD59.73 per barel, sedangkan Brent mengalami -0.43% ke USD66.69 per barel; lantaran mulai beroperasinya Forties Pipeline yang dua minggu lalu ditutup untuk perbaikan.
Baca Juga :
WTI Capai USD60 Untuk Pertama Kali Sejak 2015 Pada Selasa, beredar kabar bahwa sekelompok penyerang bersenjata meledakkan sebuah pipa minyak penting menuju terminal Es Sider, Libya, yang dioperasikan oleh Waha Oil. Akibatnya, menurut Bloomberg, output Waha Oil menurun sekitar 60,000-70,000 barel per hari (bph); sedangkan Reuters mengutip perkiraan sumber berbeda bahwa penurunan output anak perusahaan BUMN Minyak Libya, National Oil Corporation (NOC), tersebut bisa mencapai 100,000 bph. Sementara itu, Anggaran Arab Saudi untuk tahun depan telah dirilis dengan mencantumkan surplus anggaran terbesar pertama kalinya dalam satu dekade. Di dalamnya juga dimuat program penyeimbangan anggaran selama 6 tahun berisi ekspektasi kenaikan harga minyak dan ekspansi output yang diharapkan menggenjot penerimaan dari penjualan Minyak dari 440 milyar Riyal tahun ini ke 801.4 milyar Riyal. Kedua kabar tersebut mengejutkan pasar yang sebelumnya telah memperhitungkan penurunan output minyak global akibat perpanjangan kesepakatan OPEC dan ditutupnya Forties Pipeline di Laut Utara, sehingga Brent meroket 2.71 persen ke USD67.02 per barel dan WTI naik 2.6 persen sampai menyentuh USD60.01 pada hari Selasa. Ini adalah pertama kalinya West Texas Intermediate (WTI) menginjak ambang harga USD60 sejak pertengahan tahun 2015. Baca Juga :
"Perlu diketahui bahwa ladang dan pipa minyak sudah tua dan kemungkinan mengalami masalah-masalah, sehingga itulah barangkali mengapa pasar tidak melakukan aksi jual," kata Scott Shelton, seorang broker di ICAP, North Carolina. Selain itu, rendahnya volume trading di akhir tahun juga mencegah pergerakan besar pada harga Minyak. Aktivitas perdagangan cenderung sepi pasca libur Natal dan menjelang Tahun Baru. Hanya sekitar 72,000 kontrak berjangka Minyak Brent dipindahtangankan pada hari Selasa, jauh di bawah rerata perdagangan harian yang biasanya mencapai lebih dari 250,000 kontrak. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
PT Rifan Financindo Pekanbaru - Dolar AS kembali berada dalam tekanan jual yang tinggi di awal sesi Eropa hari Rabu (31/Januari) ini. Indeks Dolar AS (DXY)sebagai pengukur kekuatan dolar AS terhadap 6 mata uang utama lainnya, telah turun 0.18% sejak awal pembukaan pasar pagi tadi. Penurunan ini juga terjadi menjelang adanya beberapa rilis indikator penting seperati ADP, serta pengumuman kebijakan oleh Fed nanti malam.
Baca Juga :
Dolar AS Loyo LagiSetelah sempat sedikit menguat dalam dua hari sebelumnya, Dolar AS kembali tenggelam hari ini, sesaat setelah pidato Presiden AS ke-14, Donald Trump. Dalam pidato itu, Trump meminta kongres untuk dapat segera menganggarkan setidaknya 1.5 Trilyun USD demi kepentingan pembangunan infrastruktur baru. Dengan tambahan pada besaran rencana anggaran belanja, maka defisit negara bisa semakin membengkak. Selain itu, sekarang para investor AS sedang menunggu dan mengamati beberapa indikator penting yang akan rilis di akhir pekan. Yang paling dekat adalah rilisnya data ADP dan kabar dari rapat Fed mengenai kebijakan moneternya nanti malam. Rapat ini juga merupakan yang terakhir di masa kepemimpinan Janet Yellen. Baca Juga :
Dikutip dari Reuters, Lou Brien, seorang analis dari Chicago Trading Firm mengatakan, "Dengan era Jerome Powell dimulai beberapa hari lagi, diperkirakan tidak akan ada perubahan drastis dari kebijakan-kebijakan Fed." Brien juga berkata, "Kenapa harus mengubah kebijakan yang dapat merupah ekspektasi pasar di saat Powell akan mengambil alih kekuasaan?" Tahun ini, Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunganya sebanyak 3 kali. Sama dengan kenaikan pada 2017 silam. Namun, hal ini hanya sekedar rencana dan ekspektasi. Mengenai penindakan selanjutnya akan mengikuti perkembangan laju inflasi ke depan. Deretan Data Penting LainnyaDalam kalender ekonomi minggu ini, terdapat pula rilis data ADP, Crude Oil Inventories, dan NFP. Untuk ADP AS bulan Januari yang akan dipublikasikan nanti malam, diperkirakan naik sebesar 186k, setelah tercatat sekitar 250k di periode sebelumnya. Sampai berita ini ditulis, EUR/USD kembali merangkak naik. EUR/USD sedang asyik berada di level 1.2444, naik 0.34% dari harga pembukaan hari ini. USD/JPY juga kembali mengalami penurunan siang ini. Saat ini USD/JPY masih berada di kisaran 108.72, tidak jauh dari level terendah 4 bulanan yang tersentuh kemarin Jumat. ( Mbs-rifan financindo berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca Juga Di :
|
Archives
September 2021
Categories |