PT Rifan - Jakarta Resesi ekonomi Jepang kian dalam. Padahal Negeri Matahari tersebut tidak melakukan lockdown total dalam menangani pandemi Corona dan sempat dipuji oleh pemerintah Indonesia.Ekonominya pada kuartal II-2020 kembali mengalami kontraksi -7,8% dibanding kuartal sebelumnya -2,2%. Sementara secara tahunan atau year on year (yoy), ekonomi kuartal II -27,8%. Penurunan aktivitas ekonomi itu tidak bisa dihindari karena pekerja dan konsumen memilih membatasi kegiatannya di luar meskipun tidak diterapkan lockdown. "Kami mengalami pukulan besar pada bulan April dan Mei, tetapi ekonomi mencapai titik terendah pada bulan Mei, dan pada bulan Juni kami benar-benar mengalami rebound yang cukup besar," kata Kepala Ekonom Jepang di Bank of America Merrill Lynch, Izumi Devalier dikutip dari New York Times, Senin (17/8/2020). Baca Juga :
Meskipun masuk jurang resesi, pada akhir kuartal II-2020 efek penuh dari paket stimulus ekonomi sekitar 40% dari produk domestik bruto termasuk pemberian tunai dan pinjaman tanpa bunga sudah mulai terasa. Jepang diprediksi keluar dari resesi lebih cepat dari yang dipikirkan banyak orang. Peningkatan tersebut sebagian besar didorong oleh berakhirnya keadaan darurat nasional negara itu pada akhir Mei, ketika pekerja mulai kembali ke kantor dan konsumen kembali ke toko, didukung oleh subsidi pemerintah. "Kami mengalami rebound pembukaan kembali pada bulan Juni karena orang-orang mulai keluar dan berbelanja lagi. Pemberian uang tunai pada dasarnya diterima dari akhir Mei hingga Juni, jadi ketika ekonomi dibuka kembali, orang-orang memiliki uang tunai untuk dihabiskan," ucap Devalier. Itu menjadi peningkatan tajam dalam penjualan ritel di bulan Juni. Produksi dan ekspor industri juga meningkat dan tingkat pengangguran negara itu benar-benar turun sepersepuluh poin menjadi 2,8% selama bulan yang sama. Namun semua itu tergantung dari bagaimana negara itu mengendalikan virus Corona. Klik halaman selanjutnya. Pada bulan Juni, saat jumlah virus rendah pemerintah pusat mulai kampanye untuk mendorong perjalanan domestik dengan harapan menghidupkan kembali pariwisata lokal dan ekonomi jasa yang hampir mati. Tetapi kasus baru meningkat lagi pada Juli. Gubernur Okinawa dan prefektur Aichi di Jepang telah menekan pemerintah pusat untuk bertindak. Pemerintah Tokyo telah meminta restoran dan bar tutup pada pukul 10 malam setelah dilaporkan ada lebih dari 200 kasus baru sehari selama sebulan terakhir. Hal itu membuat konsumen gelisah dan menghentikan peningkatan belanja yang terlihat di bulan Juni, sehingga rebound di kuartal III-2020 berisiko menjadi cukup lemah. "Korporasi dan konsumen memiliki kemampuan untuk menahan guncangan jangka pendek. Tetapi semakin lama kita berada di bawah normal, semakin lama kita berada jauh di bawah normal, akan ada efek urutan kedua yang akan mengarah pada keseimbangan pemulihan yang lebih lamban," tegasnya. Ekonom di NLI Research Institute, Taro Saito mengatakan ketidakpastian seputar virus sulit untuk memprediksi masa depan. Dia menyebut butuh waktu setidaknya tiga tahun bagi ekonomi Jepang untuk kembali ke tingkat sebelum pandemi. "Kami mungkin telah keluar dari periode terburuk. Tetapi kami masih jauh dari apa yang disebut normal," tandasnya.( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Sumber : finance.detik
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
September 2021
Categories |