0 Comments
Rifan Financindo - Jakarta, CNBC Indonesia - Toko-toko elektronik di tempat perbelanjaan Jakarta terpantau lengang, tidak banyak aktivitas jual-beli. Apa kata pedagang dan pengelola? apa ada kaitan dengan ekonomi yang sedang lesu?
CNBC Indonesia menyambangi Pusat Grosir Cililitan (PGC), toko-toko elektronik di Pasar Kramat Djati, hingga Plaza di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu siang (6/11), para pedagang mengaku memang penjualan sedang sepi. Pusat Grosir Cililitan (PGC) misalnya, salah satu pusat perbelanjaan populer di Jakarta Timur. Area penjualan gawai berada di lantai 3 gedung. Setibanya di area ini, sebagian besar pegawai hanya terlihat duduk menyaksikan layar gawai lantaran tak ada pengunjung yang mesti dilayani. Lorong-lorong jalan kecil di antara deretan toko bisa dilewati dengan leluasa. Tak ada desak-desakan. Bangku-bangku yang disediakan untuk pengunjung masih tertata rapi di depan etalase toko. Seorang pedagang gawai secara blak-blakan mengungkapkan keadaan di sekitar tokonya. "Ini sepi. Pengunjung sekarang turun hampir 50 persen," kata Mia, pemilik toko HP Store kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/11/2019). Saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Mia sedang tak melayani pembeli. Pedagang lain juga mengungkapkan bagaimana lesunya kunjungan ke tokonya. Faris, promotor merek gawai yang bertugas di toko Asia Cellular mengaku hal ini sudah terjadi sejak sebulan terakhir. Menurutnya, tingkat kunjungan mulai naik saat akhir pekan. Namun, itu juga bukan kabar menggembirakan."Pengunjung yang mampir saat akhir pekan juga hanya tanya-tanya, belum tentu membeli," ujar Faris. Kelesuan toko elektronik juga terlihat di kawasan Kramat Djati. Pasar tradisional dan ritel modern menyebar di sana. Ini membuat hilir-mudik pengunjung cukup terasa di sana. Namun, lalu-lalang orang hanya menjadi tontonan Dedy, penjual produk elektronik di toko Kusuma Jaya. Beberapa pegawai lain di tokonya sedang membenahi susunan barang. Ada pelanggan masuk ke tokonya sebelum kami berbincang dengannya. Namun kurang dari satu menit, calon pembeli itu beranjak keluar tanpa membeli apapun. Pelanggan semacam ini cukup jamak dihadapi Dedy. "Penjualan mulai turun setelah bulan Juni mendekati memasuki sekolah, setelah itu pengunjung yang datang turun," kata Dedy yang menjual produk elektronik mulai dari AC, TV dan kulkas. Pengelola ritel elektronik modern yang enggan namanya disebutkan mengaku kunjungan ke tempatnya mulai menurun dalam beberapa bulan terakhir. Kalau pun ramai di akhir pekan, pelanggan hanya singgah atau sekadar melintas untuk 'cuci mata' melihat produk-produk elektronik yang dipajang. Lesunya aktivitas perekonomian seperti pedagang elektronik di pasar, bersamaan dengan catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2019 yang hanya mampu bergerak di angka 5,02% atau dalam tren melambat. Vice President Corporate Affair PT Samsung Electronics Indonesia (SEIN) Kang Hyun Lee termasuk mengakui kondisi ekonomi Indonesia di mata pengusaha memang sedang sulit, bahkan ia menggunakan istilah 'menderita' saat menjual produk elektronik saat ini di pasar domestik. "Kondisi ekonomi Indonesia belakangan selama 3 tahun walaupun di atas 5% tumbuh, dari industri merasa tak begitu happy, karena daya beli cenderung turun, ini mungkin ada efek dari internasional. Di Indonesia sangat menderita untuk menjual lokal market," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2019). Pihak pengelola PGC, Ian Wisan mengakui toko-toko retail di tempatnya memang lengang dari kunjungan. Menurutnya, ini merupakan konsekuensi dari perubahan gaya berbelanja masyarakat dari fisik menuju online. Ia tak sependapat sepinya toko-toko elektronik dikaitkan dengan ekonomi yang sedang melambat. "Ekonomi tidak lesu, jadi shifting saja, orang biasa belanja ke mal, sekarang ke online. Pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, hampir samalah [dengan periode sebelumnya], jadi switching saja," kata Ian kepada CNBC Indonesia. (hoi/hoi) Rifan Financindo – Jakarta, CNBC Indonesia – Toko-toko elektronik di tempat perbelanjaan Jakarta terpantau lengang, tidak banyak aktivitas jual-beli. Apa kata pedagang dan pengelola? apa ada kaitan dengan ekonomi yang sedang lesu?
CNBC Indonesia menyambangi Pusat Grosir Cililitan (PGC), toko-toko elektronik di Pasar Kramat Djati, hingga Plaza di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu siang (6/11), para pedagang mengaku memang penjualan sedang sepi. Pusat Grosir Cililitan (PGC) misalnya, salah satu pusat perbelanjaan populer di Jakarta Timur. Area penjualan gawai berada di lantai 3 gedung. Setibanya di area ini, sebagian besar pegawai hanya terlihat duduk menyaksikan layar gawai lantaran tak ada pengunjung yang mesti dilayani. Lorong-lorong jalan kecil di antara deretan toko bisa dilewati dengan leluasa. Tak ada desak-desakan. Bangku-bangku yang disediakan untuk pengunjung masih tertata rapi di depan etalase toko. Seorang pedagang gawai secara blak-blakan mengungkapkan keadaan di sekitar tokonya. “Ini sepi. Pengunjung sekarang turun hampir 50 persen,” kata Mia, pemilik toko HP Store kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/11/2019). Saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Mia sedang tak melayani pembeli. Pedagang lain juga mengungkapkan bagaimana lesunya kunjungan ke tokonya. Faris, promotor merek gawai yang bertugas di toko Asia Cellular mengaku hal ini sudah terjadi sejak sebulan terakhir. Menurutnya, tingkat kunjungan mulai naik saat akhir pekan. Namun, itu juga bukan kabar menggembirakan.”Pengunjung yang mampir saat akhir pekan juga hanya tanya-tanya, belum tentu membeli,” ujar Faris. Kelesuan toko elektronik juga terlihat di kawasan Kramat Djati. Pasar tradisional dan ritel modern menyebar di sana. Ini membuat hilir-mudik pengunjung cukup terasa di sana. Namun, lalu-lalang orang hanya menjadi tontonan Dedy, penjual produk elektronik di toko Kusuma Jaya. Beberapa pegawai lain di tokonya sedang membenahi susunan barang. Ada pelanggan masuk ke tokonya sebelum kami berbincang dengannya. Namun kurang dari satu menit, calon pembeli itu beranjak keluar tanpa membeli apapun. Pelanggan semacam ini cukup jamak dihadapi Dedy. “Penjualan mulai turun setelah bulan Juni mendekati memasuki sekolah, setelah itu pengunjung yang datang turun,” kata Dedy yang menjual produk elektronik mulai dari AC, TV dan kulkas. Pengelola ritel elektronik modern yang enggan namanya disebutkan mengaku kunjungan ke tempatnya mulai menurun dalam beberapa bulan terakhir. Kalau pun ramai di akhir pekan, pelanggan hanya singgah atau sekadar melintas untuk ‘cuci mata’ melihat produk-produk elektronik yang dipajang. Lesunya aktivitas perekonomian seperti pedagang elektronik di pasar, bersamaan dengan catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2019 yang hanya mampu bergerak di angka 5,02% atau dalam tren melambat. Vice President Corporate Affair PT Samsung Electronics Indonesia (SEIN) Kang Hyun Lee termasuk mengakui kondisi ekonomi Indonesia di mata pengusaha memang sedang sulit, bahkan ia menggunakan istilah ‘menderita’ saat menjual produk elektronik saat ini di pasar domestik. “Kondisi ekonomi Indonesia belakangan selama 3 tahun walaupun di atas 5% tumbuh, dari industri merasa tak begitu happy, karena daya beli cenderung turun, ini mungkin ada efek dari internasional. Di Indonesia sangat menderita untuk menjual lokal market,” katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2019). Pihak pengelola PGC, Ian Wisan mengakui toko-toko retail di tempatnya memang lengang dari kunjungan. Menurutnya, ini merupakan konsekuensi dari perubahan gaya berbelanja masyarakat dari fisik menuju online. Ia tak sependapat sepinya toko-toko elektronik dikaitkan dengan ekonomi yang sedang melambat. “Ekonomi tidak lesu, jadi shifting saja, orang biasa belanja ke mal, sekarang ke online. Pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, hampir samalah [dengan periode sebelumnya], jadi switching saja,” kata Ian kepada CNBC Indonesia. (hoi/hoi) Rifan Financindo -Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Komisi XI DPR soal Dana Desa sempat mengalir ke desa yang tidak berpenduduk atau 'Desa Setan'.
Dalam laporannya itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa sampai dengan 30 September 2019, realisasi belanja dana desa telah mencapai Rp 42,2 triliun atau telah mencapai 62,9% dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 70 triliun. Adanya 'Desa Setan' ini diakui Sri Mulyani baru ketahuan karena ada salah satu pihak yang melapor, setelah terbentuknya Kabinet Indonesia Maju. Lalu bagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi keberadaan 'desa setan' tersebut? "Iya, negara kita memang negara yang besar, negara yang besar, 514 kabupaten/kota. Ini besar. Ada 74.800 desa ini juga banyak, manajemen mengelola desa sebanyak itu tidak mudah," kata Jokowi, dikutip Kamis (7/11/2019). Menurut Jokowi, keberadaan desa tersebut akan dibereskan. Sehingga nantinya dana desa bisa tersalurkan dengan baik. "Tetapi kalau informasi benar ada desa siluman itu mungkin hanya desanya hanya pakai plang saja tapi desanya nggak (ada) bisa saja terjadi, karena sekali lagi dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote adalah sebuah pengelolaan yang tidak mudah, tapi tetap kita kejar agar yang namanya desa-desa tadi diperkirakan, diduga itu fiktif ketemu, ketangkap yah," tutur Jokowi. Ketua Badan Koordinasi Nasional Pembangunan, Pemerintahan, dan Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa/Bakornas P3KD, M Asri Anas, pun sempat membantah keras adanya desa fiktif alias 'desa setan' terkait dana desa. Menurutnya, apa yang disampaikan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan sangat memojokkan desa dan pemerintah kabupaten. "Pernyataan itu menurut saya tidak benar. Mana ada desa fiktif di Indonesia," kata Anas Ia mengungkapkan, desa yang sudah mendapatkan dana desa adalah desa yang sudah teregistrasi dan sudah mendapatkan kode data wilayah administrasi desa. Ini sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2019. "Pernyataan [Menkeu] ini menunjukkan betapa lemahnya koordinasi antara Kementerian di Pemerintah Pusat. Harus diingat desa-desa di daerah semua mendapatkan bantuan APBD dalam bentuk Anggaran Dana Desa (ADD) dari kabupaten dan juga bantuan provinsi," paparnya "Jika ada yang fiktif desanya sudah pasti akan jadi temuan bertahun-tahun," katanya. "Jadi kami meminta kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian dalam negeri agar lebih baik lagi melakukan koordinasi dalam rangka pembangunan desa," tutup Anas. Baca Juga :
Rifan Financindo - Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Garuda/GIAA) memutuskan 'tali persaudaraan' kembali dengan Sriwijaya Air.
Hal ini terungkap dari pesan berantai yang beredar. Direktur Pemeliharaan dan Layanan Garuda, Iwan Joeniarto menyebutkan Sriwijaya Air bukan lagi bagian dari Garuda Indonesia Group. "Sriwijaya kini menjalankan bisnisnya sendiri," ungkap Iwan, Kamis (7/11/2019). Sayangnya manajemen dan humas Garuda belum menjawab klarifikasi CNBC Indonesia. Dalam pesan dari Iwan tersebut, dijelaskan selama ini memang Sriwijaya Air berada di bawah Garuda Indonesia. Namun karena beberapa hal yang belum bisa diselesaikan, maka Garuda menyatakan Sriwijaya akan melanjutkan bisnisnya sendiri. Padahal bulan lalu, Garuda menggelar konferensi pers terkait kerja sama manajemen (KSM) antara Garuda dan Sriwijaya. Kerja sama akhirnya dilanjutkan setelah sempat bersitegang. Keduanya sepakat untuk kembali melanjutkan KSM yang semula kandas, termasuk langkah grup penerbangan pelat merah ini untuk merawat pesawat milik Sriwijaya. Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo mengatakan terdapat empat hal utama yang mendasari kedua perusahaan untuk kembali menjalin kerja samanya. "Baru saja hari ini Garuda Group dan Sriwijaya diwakili pemegang saham Sriwijaya sepakat komitmen KSM tentang keberlangsungan kerjasama dengan komitmen bersama untuk terus dilanjutkan," kata Juliandra di Garuda City Center Kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (1/10/2019). Salah satu alasan 'balikannya' KSM ini adalah memprioritaskan safety dan kelaikan operasional maskapai penerbangan Sriwijaya. Kedua, perusahaan juga memprioritaskan kepentingan pelanggan dari maskapan Sriwijaya Group. Baca Juga :
Rifan Financindo - Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019 di Jakarta Convention Center, Rabu (6/11/2019). Dalam arahannya, Jokowi menyinggung sejumlah hal, mulai dari impor cangkul hingga sekolah ambruk.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan desain industri usaha mikro kecil dan menengah harus didesain dengan tepat. Sehingga tidak perlu mengimpor alat-alat yang sejatinya bisa diproduksi industri dalam negeri. "Misalnya urusan pacul, cangkul, masak kita impor. Apakah tidak bisa didesain industri UMKM kita, buat pacul tahun depan saya beli ini puluhan ribu. Cangkul, pacul dibutuhkan masih impor. Apakah negara kita sebesar ini industrinya berkembang, bener pacul harus impor?," tanya Jokowi. Ia mengaku jengkel dengan fakta yang didapatkan di lapangan. Padahal, rentetan impor yang terjadi selama ini telah membuat defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) membengkak. "Enak banget itu negara yang di mana barang itu kita impor. Kita masih defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan. Impor yang seperti itu kita sambil tidur buat pacul," kata Jokowi. "Impor enak banget. Karena harga murah, artinya yang mengimpor untung lebih gede tapi lapangan kerja jadi ilang," lanjutnya. Jokowi mengaku tidak senang dengan kondisi ini. Menurutnya, Indonesia sudah tidak bisa lagi melakukan rutinitas lama dengan terus-terusan mengimpor barang di tengah kondisi CAD yang memprihatinkan. "Kita masih senang impor padahal neraca perdagangan kita deficit, CAD kita defisit; tapi kita hobi impor kebangetan banget. Uangnya pemerintah lagi. Kebangetan. Kalau itu masih diteruskan, kebangetan," tegasnya. Rifan Financindo - Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa Indonesia periode akhir Oktober 2019.
Cadangan devisa per 31 Oktober 2019 tercatat sebesar US$ 126,7 miliar. Angka ini meningkat US$ 2,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 124,3 miliar. Demikian dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, Kamis (7/11/2019). "Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis Bank Indonesia. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2019 terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik. Untuk diketahui selama Oktober 2019, nilai rupiah menguat 1,11% terhadap dolar AS ke posisi Rp 14.032/US$. Berikut Data Cadangan Devisa di 2019 :
BREAKING NEWS |
Archives
September 2021
Categories |