RIFAN FINANCINDO PEKANBARU | USD/JPY Sentuh High 6 Bulan Meski Dibayangi Tensi Perang Dagang7/13/2018 RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Dolar AS menguat terhadap Yen di tengah kekhawatiran pasar terkait isu perang dagang lanjutan antara AS dan China. Meski sempat melemah sesaat setelah Gedung Putih mengumumkan tambahan tarif impor $200 miliar, Dolar AS kembali naik dan menekan Yen yang gagal bersinar sebagai mata uang safe haven dalam beberapa hari terakhir. Selain karena suku bunga tinggi The Fed, merebaknya isu pertemuan pejabat AS dan China dalam sebuah forum bilateral turut menunjang penguatan Dolar.
Greenback naik menyentuh level tertinggi enam bulan versus Yen pada hari Kamis kemarin (12/07). Bahkan pada sesi perdagangan akhir pekan ini, belum terlihat tanda-tanda penurunan Dolar terhadap Yen. Pada pukul 08:16 WIB, pair USD/JPY berada di level 112.62 dan telah menguat sekitar 1.65 persen dalam dua hari terakhir. Dolar AS secara umum menguat terhadap major currencies, terlihat dari Indeks Dolar (DXY) yang berada di level 94.83, naik 0.03 persen dari sesi sebelumnya. Baca juga:
AS-China Dikabarkan Berunding, Yen 'Kehilangan' Status Safe Haven Mata uang Yen yang biasanya reli saat terjadi ketegangan global, tidak memperlihatkan 'sifat aslinya' sebagai safe haven karena harus melemah cukup tajam dalam dua hari terakhir terhadap Greenback. Menurut ekonom, ada beberapa faktor yang menyokong Dolar AS untuk terus melaju melawan Yen. Salah satunya adalah kabar rencana perundingan bilateral yang menenangkan investor, dan suku bunga Fed yang lebih tinggi sehingga membuat Dolar lebih diminati. Rabu malam waktu AS (11/07), Bloomberg News melaporkan bahwa pejabat China dan AS telah sepakat untuk memulai kembali perundingan perdagangan dalam sebuah perjanjian bilateral. Itu menjadi kabar positif bagi pasar, karena selama ini China tak pernah gentar merespon serangan tarif impor AS dengan melakukan aksi serupa. Perang dagang antara kedua negara tersebut pun telah sekian lama menjadi sorotan pasar yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap kondisi global. Baca juga:
"Pelemahan Yen diakibatkan perdagangan spekulatif. Tampaknya Yen perlahan lahan mulai kehilangan status sebagai mata uang yang seharusnya safe haven. Data ekonomi akhir-akhir ini seolah tidak banyak membantu Yen, dan perbedaan suku bunga (antara Fed dan BoJ) turut mendorong naik Dolar AS," ungkap Viash Sreemuntoo, trader korporasi di XE[dot]com. Komentar serupa juga dilontarkan analis forex di broker Gain Capital, Fawad Razaqzada. Ia mengatakan bahwa investor saat ini tengah menumpuk Dolar karena suku bunga yang lebih tinggi di AS, dan harapan terkait kondisi moneter yang akan semakin membaik dalam beberapa bulan mendatang. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
0 Comments
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Dolar AS naik di sesi Asia Rabu (11/Juli) hari ini, setelah mengalami penurunan drastis terhadap Yen di sesi kemarin malam, menyusul tarif impor tambahan yang baru saja diberlakukan oleh Amerika Serikat kepada China.
Tarif Impor Tambahan ASKabar terbaru dari Washington kembali membangkitkan kekhawatiran akan perang dagang. Beberapa hari setelah penerapan tarif impor 25 persen terhadap barang-barang China senilai $34 miliar, Amerika bersiap menambah lagi tarif impor terhadap barang-barang China senilai $200 miliar. Baca juga:
Perwakilan dari Departemen Perdagangan AS, Robert Lighthizer, dini hari tadi merilis daftar yang berisi ribuan barang-barang China susulan yang akan dikenakan tarif 10 persen. Kali ini barang-barang tersebut termasuk buah-buahan dan sayuran, handbags, lemari es, jas hujan, dan sarung tangan baseball. Untuk kebijakan tarif AS minggu lalu, Beijing segera meresponnya dengan menerapkan tarif pula terhadap barang-barang AS senilai $34 miliar. Sedangkan untuk rencana kebijakan hari ini, sampai berita ini ditulis, belum ada kabar resmi tentang apa tindakan yang akan diambil China. "China terpaksa melakukan (kebijakan tarif) balasan demi melindungi pokok kepentingan bangsa dan negara kami," kata Menteri Perdagangan China, Jumat (06/Juli) lalu sembari menduga bahwa Amerika sengaja melakukan perisakan perdagangan. Reaksi Dolar AS Dan Mata Uang LainnyaMenanggapi kabar tersebut, Dolar AS sempat jatuh terjungkal terhadap Yen, dimana USD/JPY turun dari angka 111.281, ke 110.844. Namun saat berita ini ditulis pada pukul 10:00 WIB, Dolar telah kembali menguat dengan USD/JPY yang diperdagangkan di angka 111.061. Baca juga:
Mata uang lain yang mengalami kejatuhan adalah Dolar Australia. Selama sepekan, Aussie menikmati kejayaan seiring dengan kembalinya minat risiko, namun saat berita ini ditulis, AUD/USD diperdagangkan di level rendah 0.7412, turun drastis dari level tinggi 0.7473. "Dengan munculnya pengumuman dari AS soal tariif impor untuk China, maka reaksi balasan dari China akan menjadi event kunci yang perlu diawasi dalam beberapa hari ke depan," kata Shinichiro Kadota, senior FX strategist untuk Barclays di Tokyo. "Jika China menanggapi dengan menerapkan tarif yang lebih besar pula, maka ekuitas pasar berikut USD/JPY dan Dolar Australia akan menghadapi tekanan turun yang lebih jauh," tambahnya. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFANFINANCINDO PEKANBARU | GBP/USD Turun Pasca Rilis Data Ekonomi Inggris Dan Kemelut Brexit7/11/2018 RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Poundsterling jatuh setelah serangkaian laporan indikator ekonomi Inggris, Selasa (10/Juli) sore ini serta ketidakpastian politik Inggris pasca pengunduran diri Menteri Luar Negeri, Boris Johnson.
Biro Statistik ONS menunjukkan bahwa data dari sektor Manufaktur dan Industri tumbuh lebih lambat daripada ekspektasi selama bulan Mei. GBP/USD turun dari level 1.3289, menuju level 1.3241 pasca rilisnya laporan ONS. Saat berita ini ditulis, pair tersebut diperdagangkan di angka 1.3231. Rangkaian Laporan Indikator Ekonomi Inggris Hari Ini Produksi Manufaktur Inggris naik 0.4 persen selama bulan Mei. Sayangnya meskipun lebih tinggi daripada kontraksi 1.4 persen pada bulan sebelumnya, angka tersebut lebih rendah daripada ekspektasi konsensus yakni kenaikan hingga 1 persen. Dengan demikian sektor manufaktur Inggris secara umum, yang mencakup konstruksi dan energi, masih lebih rendah daripada harapan. Sementara itu, Produksi Industri Inggris juga turun sebanyak 0.4 persen pada bulan Mei. Angka tersebut lebih rendah daripada ekspektasi kenaikan 0.5 persen, dan tak jauh lebih baik dari bulan sebelumnya yang juga mencatatkan minus 0.4 persen. Baca juga:
Sedangkan estimasi GDP Inggris bulanan versi ONS tercatat tumbuh 0.2 persen dalam tiga bulan hingga Mei, tak berubah dari GDP Inggris kuartal pertama. Beruntung masih ada data yang menunjukkan kenaikan. Output Konstruksi Inggris meningkat sebanyak 2.9 persen pada bulan Mei, dari 0.55 persen di bulan sebelumnya. Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan pertumbuhan sebanyak 0.5 persen. "Kenaikan 0.4 persen dalam output manufaktur terbilang lemah karena tiga bulan sebelumnya, ada penurunan kumulatif sebanyak 1.8 persen. Akan tetapi, survei-survei tersebut masih konsisten dengan kesehatan pertumbuhan Inggris ke depan. Secara keseluruhan, laporan hari ini seharusnya tak menurunkan keyakinan MPC akan perkiraan kenaikan GDP QoQ sebanyak 0.4 persen di kuartal kedua," kata Samuel Tombs, Kepala Ekonom Pantheon Macroeconomics. Mundurnya Boris Johnson Meningkatkan Ketidakpastian Politik InggrisTepat tengah malam hari ini, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyatakan mundur dari jabatannya. Keputusan itu muncul sehari setelah kemunduran David Davis. Mereka berdua merupakan sosok anti Uni Eropa, sehingga enggan untuk mengikuti PM May yang mengubah pendekatan dari hard Brexit menjadi soft Brexit. Baca juga:
"Pagi ini, Perdana Menteri menerima surat pengunduran diri Boris Johnson sebagai Menteri Luar Negeri. Penggantinya akan diumumkan dengan segera. Perdana Menteri berterimakasih pada Boris atas kinerjanya selama ini," demikian pertanyaan email dari kantor perdana menteri yang dikutip oleh Reuters. Dominic Raab, sosok yang ditunjuk sebagai Brexit Campaigner menggantikan Davis, memberikan sinyal bahwa May tak akan mundur dari rencana kesepakatan yang lebih bersahabat dengan Uni Eropa. Menurutnya, saat May hanya ingin fokus pada negosiasi Brexit dan menyelesaikan segala urusan yang telah berlarut-larut. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Pertumbuhan lapangan pekerjaan Kanada meningkat di bulan Juni, setelah mengalami penurunan selama dua bulan secara berturut-turut. Namun di tengah meningkatnya jumlah penduduk yang mencari pekerjaan, tingkat pengangguran Kanada dilaporkan meningkat cukup signifikan. Selain dari sektor ketenagakerjaan, rilis data di Kanada malam ini (06/Juli) juga diramaikan oleh Neraca Perdagangan yang defisitnya dilaporkan melebar.
Baca juga:
Departemen Stastistik Kanada Statistik pada hari Jumat (6/Juli) merilis data pertumbuhan lapangan pekerjaan yang bertambah 32,000 pada bulan Juni, rebound setelah mengalami penurunan sebesar -7,500 pada bulan Mei dan -1,100 di bulan April. Dalam basis tahunan, ekonomi Kanada berhasil menambah 215,000 pekerjaan baru, atau mengalami peningkatan 1.2 persen YoY. Secara keseluruhan, pertumbuhan lapangan pekerjaan Kanada tidak begitu signifikan di sepanjang tahun 2018. Jika disimpulkan, data yang juga disebut sebagai Employment Change itu bisa dikatakan lebih buruk dibandingkan pencapaian yang ditorehkan pada tahun lalu. Pasalnya, dalam enam bulan terakhir, pertumbuhan hanya terjadi di bulan Juni dan Maret. Secara geografis, sebagian besar pertumbuhan lapangan pekerjaan terpusat di Ontario, Saskatchewan, dan Manitoba. Untuk wilayah lain, dilaporkan ada sedikit perubahan dibandingan rilis bulan Mei. Jika dievaluasi menurut jenis pekerjaan, bidang konstruksi, pengolahan Sumber Daya Alam, dan manufaktur mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat pengangguran Kanada tercatat naik 0.2 persen menjadi 6.0 persen di bulan Juni. Rilis tersebut cukup mengejutkan karena lebih tinggi dibandingkan ekspektasi ekonom yang memperkirakan Unemployment Rate akan finish di kisaran 5.8 persen. Baca juga:
Defisit Trade Balance Kanada Sedikit MelebarDalam laporan terpisah, data Neraca Perdagangan Kanada dirilis dengan defisit total sebesar -2.8 miliar Dolar di bulan Mei, lebih lebar dari defisit -1.9 miliar Dolar yang tercapai pada bulan April. Pelebaran defisit perdagangan Kanada itu terjadi lantaran adanya peningkatan impor, diikuti oleh penurunan nilai ekspor dalam periode yang sama. Total nilai impor Kanada bulan Mei mencapai 51.1 miliar Dolar atau naik 1.7 persen, sebagian besar didorong oleh kenaikan impor pesawat dan komponen kendaraan. Sementara itu, total nilai ekpor justru menurun -0.1 persen menjadi 48.3 miliar Dolar, disebabkan oleh penurunan ekspor kendaraan bermotor dan suku cadang. Pasar Masih Optimis Dengan Dolar KanadaMeski rilis Neraca Perdagangan dan tingkat pengangguran relatif mengecewakan, para investor terlihat masih optimis untuk membeli Dolar Kanada. Pada pukul 22:11 WIB, Loonie terpantau bergerak menguat terhadap Dolar AS, terlihat dari pair USD/CAD yang diperdagangkan pada level 1.3092. Pasangan mata uang tersebut berusaha menjauhi level High harian 1.3150. Greenback saat ini berada di jalur pelemahan mingguan kedua secara terhadap Loonie, setelah sempat menyentuh level tertinggi sepanjang 2018 di akhir Juni lalu. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Sektor non manufaktur AS dilaporkan meningkat di bulan Juni, dengan menjungkalkan prediksi para ekonom yang memperkirakan penurunan untuk angka bulan ini. Kenaikan tersebut menandai kondisi ekspansi PMI jasa AS yang sudah bertahan selama 101 bulan berturu-turut. Hal itu mencerminkan gairah pada aktivitas jasa yang mendukung perekonomian AS di penghujung kuartal kedua 2018. Meski demikian, pasar tenaga kerja mendapat sinyal negatif dari laporan Initial Jobless Claims yang minggu ini mengalami peningkatan.
Baca juga:
Lembaga Institute for Supply Management (ISM) pada hari Kamis (5/Juli) merilis data indeks non manufaktur AS bulan Juni yang meningkat jadi 59.1, lebih tinggi dari angka 58.6 yang tercapai pada periode sebelumnya. Laporan ISM Non-Manufacturing tersebut bertolak belakang dari ekspektasi ekonom yang sebelumnya memprediksi sektor jasa AS akan sedikit melambat ke angka 58.3 bulan lalu. Apiknya aktivitas sektor jasa AS bulan Juni tercemin dari ukuran Business Activity Index, yang naik dari 61.3 ke 63.1 di bulan Juni. Laju peningkatan juga terjadi pada New Orders Index yang finish di angka 63.2, lebih tinggi dari hasil bulan Mei di level 60.5. Di sisi lain, Employment Index mencatatkan penurunan 0.5 poin dari bulan sebelumnya, dan berakhir di angka 53.6 pada bulan Juni. Aktivitas sektor jasa AS yang mengalami pertumbuhan tersebar merata di berbagai jenis industri. Tercatat ada 17 industri non manufaktur yang dilaporkan tumbuh pada bulan lalu, seperti Pertambangan, Konstruksi, Perdagangan Ritel dan Grosir, Layanan Pendidikan, Layanan Kesehatan, hingga Real Estate. Baca juga:
Jobless Claims AS Naik Secara Tak TerdugaDalam laporan terpisah di awal sesi New York, Departemen Tenaga Kerja AS merilis data klaim pengangguran awal yang secara mengejutkan naik 3k menjadi 231k, dari perhitungan mingguan yang berakhir pada 30 Juni. Sebagai perbandingan, ekspektasi ekonom dalam sebuah jajak pendapat sebelumnya memprediksi klaim akan turun menjadi 225k. Klaim dilaporkan naik di luar dugaan pada sebagian besar wilayah Negera bagian AS dan Departemen terkait mengatakan bahwa hanya (perhitungan) wilayah Maine yang sesuai ekspektasi. Angka Jobless Claims AS yang naik dalam beberapa minggu terakhir turut mempengaruhi nilai rata-rata empat pekan untuk indikator fundamental tersebut. Diketahui, nilai rerata Jobless Claims telah naik sebesar 2,250 menjadi 224,500 klaim hingga pekan lalu. Sementara itu, laporan Continuing Jobless Claims juga menunjukkan jumlah warga AS yang menerima tunjangan pengangguran meningkat sebanyak 32,000 menjadi 1.74 juta orang. Setelah periode bulan ini, klaim pengangguran Negeri Paman Sam diperkirakan akan semakin meningkat karena General Motors (GM) telah berencana menutup seluruh pabrik perakitan yang berlokasi di Flint pada bulan Juli. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU | AUD/USD Naik, Didorong Penjualan Ritel Australia Dan PMI Jasa China7/5/2018 PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Dolar Australia naik pesat setelah laporan Penjualan Ritel Australia dan PMI Caixin China di hari Rabu (04/Juli) pagi ini. AUD/USD melambung dari level rendah 0.7377 ke level tinggi 0.7424. Akan tetapi, saat berita ini ditulis, reli AUD/USD sudah terhenti dan diperdagangkan di angka 0.74030. Pola kenaikan yang sama juga terbentuk pada pasangan mata uang AUD/JPY, yang melompat dari angka 81.43 ke 81.96. Sementara itu, AUD/NZD naik dari 1.0927 ke angka 1.0955.
Baca juga:
Penjualan Ritel Australia Naik 0.4 Persen Di Bulan Mei Biro Statistik ABS melaporkan, Penjualan Ritel Australia naik 0.4 persen pada bulan Mei 2018 dengan penyesuaian musiman. Meski sedikit lebih rendah dari kenaikan 0.5 persen pada bulan April 2018, angka Retail Sales kali ini masih menunjukkan tangguhnya penjualan pasca cuaca panas ekstrim yang melanda Australia. Menurut Ben James, Director of Quarterly Economy Wide Surveys di biro statistik negara tersebut, Departement Stores memimpin kenaikan dengan menghimpun pertumbuhan sebanyak 3.9 persen. Ia juga membeberkan rincian kenaikan Penjualan Ritel dengan pernyataan berikut: Baca juga:
"Ada pula kenaikan yang kuat dalam (penjualan) pakaian, alas kaki, dan asesoris yakni sebanyak 2.2 persen. Kedua industri tersebut mampu menunjukkan peningkatan setelah cuaca panas luar biasa memberikan dampak yang cukup signifikan pada bulan April." Kenaikan penjualan juga terjadi di sektor ritel makanan (0.3 persen) dan barang-barang rumah tangga (0.1 persen). Berkebalikan dengan bulan lalu, penjualan di sektor Cafe, Restoran, dan Makanan Takeaway justru menurun (-1.0 persen). PMI Caixin Jasa China Melebihi EkspektasiSebagai negara partner perdagangan nomor satu bagi Australia, data ekonomi China sedikit banyak juga memberi pengaruh pada pergerakan Dolar Australia. Pagi ini, negara yang tengah berseteru dagang dengan Amerika Serikat tersebut dilaporkan mencetak kenaikan PMI jasa (untuk bulan Juni) pada level 53.9. Angka tersebut lebih tinggi daripada ekspektasi kenaikan ke level 52.7. Dikombinasikan dengan PMI Sektor Manufaktur, maka indeks PMI Gabungan Caixin China mencetak level 53.0, yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi para ekonom. AUD/USD Diprediksi Downtrend Dalam Jangka PanjangMeski dua indikator di atas terhimpun positif, analis DailyFX David Cottle memprediksi bahwa dalam jangka panjang, AUD/USD masih sangat Downtrend. Bias bearish akan mendominasi perdagangan pair Aussie tahun ini, karena komitmen Bank Sentral Australia (RBA) untuk menerapkan kebijakan moneter longgar dan menginginkan nilai tukar Dolar Australia lemah demi menggenjot ekspor. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Dolar Australia menguat setelah Bank Sentral Australia (RBA) mengumumkan kebijakan moneternya, Selasa (03/Juli) hari ini. Suku bunga dipertahankan di level rendah 1.5 persen, menandai keputusan yang sama dalam 23 kali rapat berturut-turut. Lemahnya upah pekerja dan tingginya utang masih menjadi masalah utama yang disoroti oleh bank sentral.
Baca juga:
Kebijakan Moneter RBA Juli 2018 Tidak BerubahKebijakan moneter RBA kali ini sesuai dengan ekspektasi para ekonom. Kenaikan suku bunga pun diperkirakan tak akan diterapkan tahun ini sampai dengan 2019. Meski perekonomian Australia dinilai baik khususnya dalam sektor penciptaan lapangan kerja, inflasi masih di bawah target. Oleh sebab itulah RBA mengatakan belum akan mengubah rate-nya. Dalam rapat bulan lalu, RBA mengeluarkan pernyataan bahwa suku bunga saat ini masih sesuai dengan pertumbuhan ekonomi, sembari memperkirakan jika harga konsume akan mencapai 2%. Namun dalam rapat kali ini, Philip Lowe menyinggung masalah rendahnya upah pekerja dan tingginya level utang. Baca juga:
"Pertumbuhan gaji masih rendah. Hal ini tampaknya akan berlanjut untuk beberapa waktu, kendati perekonomian yang menguat perlahan-lahan dapat mengangkat gaji pekerja," kata Lowe. Gubernur RBA tersebut melanjutkan dengan: "Konsisten dengan hal ini, tingkat pertumbuhan upah harus disesuaikan, terutama dengan masih adanya laporan mengenai semakin banyaknya skill rendah di sejumlah daerah di Australia." Sally Auld, analis JPMorgan, menanggapi kebijakan RBA hari ini. Ia mengatakan bahwa RBA masih jauh dari kemungkinan untuk mengubah sentimennya. "Bahkan misalnya celah (kenaikan suku bunga) muncul secara naratif, tetap tak ada yang dapat mengubah perpektif RBA, sampai data yang ada sudah tak lagi konsisten dengan forecast pertumbuhan lebih baik dan data inflasi," kata Auld. AUD/USD NaikWalaupun pernyataan kebijakan moneter RBA menunjukkan sentimen dovish, Dolar Australia tetap menguat. AUD/USD naik ke angka 0.7375 saat berita ini ditulis, meninggalkan level rendah 0.7312. Lemahnya Dolar AS hari ini diperkirakan menjadi kemungkinan penguatan AUD/USD. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Setelah menguat di akhir pekan lalu terhadap Dolar AS, pagi ini Euro tampak sedikit tergelincir. Penurunan tersebut terjadi setelah munculnya kabar terbaru mengenai politik Jerman, yang mengancam keutuhan koalisi pemerintahan Kanselir Angela Merkel.
Baca juga:
Mendagri Jerman Siap Mundur, Pemerintahan Merkel Tergoyang Kanselir Angela Merkel menghadapi masalah baru gara-gara Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer, menyatakan siap mundur dan keluar dari kepengurusan masalah migrasi. Seehofer yang didesak untuk memperketat kontrol perbatasan negara tersebut memilih untuk menyerah dan melepaskan jabatannya, baik sebagai menteri maupun sebagai ketua Christian Social Union (CSU). CSU adalah partner koalisi baru dalam pemerintahan Merkel. Para trader dan investor menanggapi kabar ini sebagai potensi tambahan ketidakpastian masa depan pemerintahan Merkel. Mereka pun menjual Euro, sehingga mata uang uang tersebut menyudahi reli yang terbentuk sejak akhir pekan kemarin. Baca juga:
BofA Merrill Lynch: Euro Jatuh Ke 1.12 Di Kuartal KetigaEUR/USD diperdagangkan pada harga 1.1660, turun dari puncak 1.1680 pada Senin (02/Juli) saat berita ini ditulis. Padahal pada Jumat lalu, investor memburu Euro sehubungan dengan tercapainya kesepakatan mengenai migrasi di Zona Euro. Walaupun belum ada detail kesepakatan, para investor menganggap persetujuan mengenai migrasi itu mampu mengendurkan tekanan bagi Merkel. Di sisi Dolar AS, ketidakpastian isu perdagangan global menjadi halangan bagi bullish Greenback, walaupun ekonomi Negeri Paman Sam tercatat menguat. Dalam hal ini, Euro lebih terpapat imbas negatif, karena paling tidak, Dolar AS masih memiliki harapan dari Fed Rate yang masih akan dinaikkan, sedangkan Euro tidak demikian. Tak hanya terhadap Dolar AS, Euro juga tergelincir terhadap Franc Swiss sebanyak 0.1 persen. Saat berita ini ditulis, EUR/CHF diperdagangkan pada kisaran 1.1565 per franc. Terlepas dari perkembangan politik Jerman hari ini, menurut catatan analisis dari Bank of America Merrill Lynch, EUR/USD diperkirakan akan jatuh ke angka 1.12 di kuartal ketiga tahun ini. Sedangkan di kuartal akhir, pasangan mata uang tersebut akan mencapai angka 1.14. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : Rifanfinancindo Sumber : seputarforex Baca juga :
PT RIFAN FINANCINDO PEKANBARU - Kurs Rupiah melemah terhadap Dolar AS di hari Jumat (29/Juni) siang ini, menjelang hasil RDG BI sore nanti. Selain itu, isu Fed Rate (kenaikan suku bunga bank sentral AS) dan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, turut menjadi faktor utama pelemahan nilai tukar Rupiah. Kurs referensi JISDOR berada pada level Rp14,404, melemah dibandingkan level kemarin di Rp14,271.
Baca juga:
BI Diyakini Sesuaikan Kebijakan Dengan Fed RateSuku bunga acuan BI diperkirakan naik sebesar 25 bps menjadi 5%. Menurut Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero), prediksi kenaikan suku bunga BI tersebut masuk akal, mengingat bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed masih agresif menaikkan suku bunganya tahun ini. BI perlu melakukan penyesuaian demi menjaga keseimbangan. "Kalau kami lihat kebijakannya yang kemarin disampaikan The Fed pada FOMC, ada kemungkinan (BI menaikkan suku bunga), karena memang hampir semua bank sentral harus mengubah policy tahun ini," kata Kartika yang dikutip oleh Tempo. Baca juga:
Prediksi tersebut senada dengan pandangan Direktur Riset Center of Reform on Economics, Pieter Abdullah. Menurutnya, kenaikan suku bunga BI masih dibutuhkan mengingat dampak kenaikan suku bunga bank sentral AS dan konflik perdagangan global. Memanasnya hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, menjadi kontributor pelemahan nilai tukar Rupiah. Pieter menambahkan, jika dibandingkan dengan bank sentral negara-negara lain, BI termasuk terlambat dalam merespon kebijakan negara ekonomi terbesar dunia tersebut. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali karena dapat menimbulkan kepanikan. Rupiah Masih Diperkirakan MelemahAnalis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS diperkirakan akan bergerak di kisaran support Rp14,425 per dolar AS, dengan resisten di Rp14,378 per dolar. Reza menjelaskan bahwa proyeksinya tersebut berdasarkan pada psikologis para pelaku pasar terhadap isu perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. ( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka ) Lihat : PT Rifan Financindo Sumber : seputarforex Baca juga :
|
Archives
September 2021
Categories |